Ninuk Mardiana Pambudy, Redaktur Senior Harian Kompas yang juga Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PWI Pusat
JAKARTA, bisniswisata.co.id: Mengapa perlu perhatian khusus perempuan dan anak dalam pemberitaan, ungkap Ninuk Mardiana Pambudy, Redaktur Senior Harian Kompas yang juga Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PWI Pusat mengawali presentasinya di acara Silaturahmi Wartawati PWI (SIWI) sebagai rangkaian acara Hari Pers Nasional (HPN) 2024, Sabtu.
Menyoroti peran Pers dalam meningkatkan kualitas pmberitaan Ramah Perempuan dan Anak, Ninuk mengatakan untuk menjawab pertanyaan ini, perlu memahami posisi perempuan di masyarakat dan tidak dapat dilepaskan jender (gender).
“ Dalam bahasa sederhana, jender adalah kelamin sosial yang dibentuk oleh norma, adat dan budaya, aturan-aturan di masyarakat. Ini berbeda dari kelamin biologis yang sudah terbentuk sejak masih dalam kandungan,” jelasnya.
Dalam praktik, pembedaan jenis kelamin antara lelaki dan perempuan ini merugikan perempuan dan laki-laki. Dalam hal kerja, misalnya, perempuan mengalami beban ganda karena dia harus mengurus anak-anak, rumah, kerabat lanjut usia dan berbagai urusan rumah sekaligus bekerja untuk pekerjaan bernilai ekonomi, bisa di dalam rumah atau bekerja di luar rumah.
Perempuan biasanya juga tidak mendapat kesempatan sama seperti laki-laki di tempat kerja. Pekerjaan-pekerjaan yang secara sosial dikonstruksi sebagai pekerjaan laki-laki sulit dimasuki perempuan.Konstruksi sosial dan budaya membuat pembatasan-pembatasan bagi perempuan.
Biang kerok dampak ketimpangan jender yang paling sering diberitakan media adalah mengenai kekerasan. Kekerasan ekonomi, psikologi, fisik, dan seksual dialami lebih banyak oleh perempuan.
Nah di ruang Redaksi diperlukan pera wartawan perempuan yang memegang kendali sebagai pengambil keputusan karena berbagai situasi di atas menyebabkan perlu ada representasi perempuan dalam jumlah yang cukup, bahkan akan ideal bila 50:50, di ruang Redaksi.
“Selain untuk menghadirkan pemberitaan yang lebih sensitive jender, perempuan dan anak, jangan lupa bahwa perempuan juga mewakili kelompok yang memiliki pendapatan untuk dibelanjakan,” kata mantan Pemimpin Redaksi Harian Kompas ini.
Dia juga mengingatkan pserta SIWI yang terdiri dari jurnalis nuda hingga Pemimpin Redaksi bahwa sebagai perempuan jurnalis, selayaknya melihat akar persoalan lebih dalam dan lebih kritis dari sekadar yang tampak di permukaan.
Ketika ada seorang ibu diberitakan menyakiti atau membunuh anaknya, perlu ditelisik lebih jauh mengapa dia melakukan hal itu. Apakah penyebabnya tekanan ekonomi, psikologi, fisik, atau bahkan seksual? Penelisikan ini bukan bertujuan mencari permakluman atas kekerasan yang dilakukan ibu tadi terhadap anaknya, tetapi untuk memberi keadilan bagi pelaku yang jangan-jangan sebenarnya adalah korban.
Ketika ada anak mengalami kekerasan dari orang dewasa dan anak tersebut disebut nakal sehingga harus dihukum, insting dan sensitivitas seorang perempuan jurnalis harus bangkit, mencari tahu lebih jauh apakah tuduhan itu benar.
Kalau memang anak itu nakal, mengapa dia menjadi nakal, siapa bertanggung jawab sehingga dia menjadi nakal, dan apakah orangtuanya sudah dipersiapkan menjadi orangtua dan selalu mendampingi anaknya, dan banyak pertanyaan lain harus dijawab sebelum mengambil kesimpulan.
Sebagian peserta goto bersama usai Silaturahmi Wartawati PWI (SIWI)
“Semakin ke sini kesadaran mengenai pentingnya peran perempuan di ruang Redaksi untuk memberikan informasi yang adil dan setara bagi perempuan dan anak, semakin meningkat,” kata Ninuk.
Salah satu yang memantau posisi perempuan di ruang Redaksi dari waktu ke waktu adalah Reuters Institute. Pada 2023 kajian ini menemukan di 240 media berita dan 180 posisi editor tertinggi di dalamnya di 12 negara (sayangnya tidak termasuk Indonesia) dan hanya 22 persen dari 180 posisi editor tertinggi dipegang perempuan.
Apakah ada cara untuk mampu bersaing dan menempati posisi strategis di ruang Redaksi? Dia memberu saran praktis yang sangat bisa dipelajari dan dilatih yaitu berjejaring dengan sesama jurnalis di tempat kerja yang memiliki tujuan sama, yaitu mendapatkan kesempatan setara dalam karier dan meminta perusahaan transparan dalam pengupahan. Kalau perlu membentuk perkumpulan karyawan di tempat kerja.
Aktif di dalam organisasi jurnalis dan melalui organisasi dapat menyuarakan kepentingan perempuan, meminta kepada perusahaan menyediakan pelatihan berkala bagi jurnalis untuk memiliki multiketerampilan.
Multiketerampilan sangat penting di dalam dunia digital; jurnalis perlu menguasai penulisan, pengambilan foto, video dan audio, bahkan kalau perlu sekaligus pembuatan grafis.
Wartawan perempuan juga perlu berani bersuara. Di dalam rapat atau pertemuan harus berani menyuarakan pendapat/pandangan secara teratur dan konsisten. Untuk itu, jurnalis perlu mempersiapkan dan membekali diri dengan pengetahuan yang cukup untuk topik yang akan menjadi bahan rapat. Banyak membaca buku akan sangat membantu.
Buktikan bahwa karya jurnalistik yang dihasilkan memiliki kualitas prima atau tidak kalah dibandingkan karya sejawat yang laki-laki. Salah satu cara adalah dengan selalu mempertanyakan dan menggali lebih dalam dari fakta yang tampak kasat mata.
Rajinlah membangun jejaring dengan nara sumber sehingga mendapatkan informasi dan sudut peliputan yang eksklusif dan menjawab keingintahuan audiens.
“ Jurnalis secara sadar memilih perempuan sebagai nara sumber. Perempuan memiliki perspektif yang perlu ditampilkan karena mewakili perempuan yang memiliki kebutuhan, kepentingan, dan perhatian khas perempuan,” tegas Ninuk Mardiana Pambudy.
Recent Posts
- Tributes paid to Not Just Travel operations executive Kristina Janes
- Humanizing Hospitality: How to Keep Guests and Hotel Teams Happy
- It’s Not in the Guidebooks Immersive Holiday Giveaway
- Irjen Karyoto Lantik 11 Pejabat Utama Polda Metro Jaya
- Virtuoso® Names the Nine Must-Have Experiences that Should be on Every Luxury Traveller’s List for 2025
Recent Comments