Temuan Baru Jimly hingga Jabatan Milik Allah



Jakarta, CNN Indonesia

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memeriksa enam dari sembilan hakim konstitusi terkait laporan dugaan pelanggaran etik di balik putusan syarat Capres-Cawapres.

Pada Selasa (31/10) petang, MKMK telah menyidang Ketua MK Anwar Usman, hakim Arief Hidayat dan hakim Enny Nurbaningsih.

Kemudian, Rabu (1/11), tiga hakim konstitusi Saldi Isra, Manahan M.P. Sitompul, dan Suhartoyojuga disidang terkait laporan dugaan pelanggaran etik di balik putusan syarat Capres-Cawapres.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hari ini, Kamis (2/11), MKMK akan menyidang hakim Wahiduddin Adams,DanielYusmic,danGuntur Hamzah.

Berikut poin-poin terkait sidang MKMK dan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi:

Sidang digelar tertutup

Sidang dugaan pelanggaran kode etik para hakim konstitusi terkait dengan putusan MK digelar secara tertutup dan bersifat rahasia.

Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyebutbalasan sidang dilakukan secara tertutup karena menyangkut kepentingan kesembilan hakim dan muruah MK.

Anwar Usman sebut jabatan milik Allah

Anwar Usman buka suara soal desakan yang muncul agar dia mundur dari jabatannya. Anwar dengan enteng mengatakan penentuan jabatan ditentukan oleh Yang Maha Kuasa.

Hal itu disampaikan Anwar usai menjalani sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran etik di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (31/10) petang.

“Yang menentukan jabatan milik Allah yang maha kuasa,” kata Anwar.

Anwar juga menganggap dirinya tak perlu mundur dalam pemeriksaan dan memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas usia capres-cawapres.

Menurutnya, MK merupakan pengadilan norma, sehingga dia tak perlu untuk mengundurkan diri.

“Oh tidak ada, ini pengadilan norma. Bukan pengadilan fakta,” ujarnya.

Dugaan lobi putusan

Sebanyak 15 guru besar serta pengajar hukum tata negara (HTN) dan hukum administrasi negara yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) menyebut Anwar Usman melobi hakim konstitusi agar mengabulkan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Kuasa Hukum CALS, Violla Reininda mengatakan dalil tersebut menjadi dasar Anwar Usman melakukan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim sebagaimana aturan yang berlaku.

Ia menyebut Anwar Usman terlibat konflik kepentingan lantaran membentangkan karpet merah untuk keponakannya, Wali Kota Solo yang juga putra sulung Presiden Joko Widodo melenggang ke Pilpres 2024 melalui putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.

“Keterlibatan di sini dalam arti yang bersangkutan tidak mengundurkan diri untuk memeriksa dan memutus perkara dan juga terlibat aktif untuk melakukan lobi dan memuluskan lancarnya perkara ini agar dikabulkan oleh hakim yang lain,” kata Violla.

Namun, Anwar membantah tuduhan itu. Bah! Ya kalau begitu putusannya masa begitu , oke?” kata Anwar.

“Enggak ada itu, lobi-lobi gimana. Sudah baca putusannya belum? Ya sudah,” imbuhnya.

Saldi Isra tertawa soal julukan Mahkamah Keluarga

Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra hanya tertawa saat dimintai respons terkait institusinya yang dijuluki sebagai ‘Mahkamah Keluarga’ usai mengeluarkan putusan syarat batas usia Capres-Cawapres.

“Hahhahah,” kata Saldi usai disidang selama satu jam soal dugaan pelanggaran etik oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK), Rabu (1/11).

Usai disidang oleh MKMK, Saldi tak banyak berkomentar terhadap isu-isu yang berkaitan dengan MK.

Tak hanya soal julukan ‘Mahkamah Keluarga’, Saldi juga tak mau menanggapi terkait usulah Reshuffle dari Hakim MK Arief Hidayat.

“Boleh enggak jawab enggak? Udah ya,” tuturnya.

Hakim dilarang bocorkan RPH

Jimly Asshiddiqie menilai hakim konstitusi tidak boleh membocorkan dapur Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Sebab, sembilan hakim konstitusi berifat kolektif kolegial.

“Itu termasuk masalah, enggak boleh itu, ini kan harus kolektif kolegial, bersembilan dan masing-masing adalah tiang keadilan,” kata Jimly di Gedung MK, Jakarta, Rabu (1/11).

Jimly menjelaskan sembilan hakim konstitusi itu pasti mempunyai pemikiran dan pertimbangan sendiri dalam memproses suatu gugatan perkara di MK. Namun, pada saat sidang keputusan semua harus bersatu.

Jika terdapat perbedaan pendapat, kata Jimly, seharusnya disampaikan secara baik dan mengikuti ketentuan.

“Jadi maksudnya itu sembilan hakim ini sendiri-sendiri ya ngotot silahkan atas nama aspirasi pendapat rasa keadilan yang tumbuh dalam masyarakat ada sembilan aliran, di wakili oleh masing-masing kaki,” ujarnya.

Temuan baru Jimly

Jimly Asshiddiqie mengungkapkan temuan baru terkait dugaan pelanggaran etik hakim dalam putusan batas usia capres-cawapres.

Jimly menyebut temuan baru itu terkait alasan kehadiran Ketua MK Anwar Usman dalam putusan tiga perkara terkait batas usia Capres-Cawapres.

Jimly menyebut ada dua alasan berbeda terkait alasan Usman tidak hadir. Pertama, alasan menghindari konflik kepentingan. Kedua, karena alasan sakit.

“Tadi ada yang baru soal kebohongan. Ini hal yang baru. Kebohongan itu maksudnya.. itu alasan hadir dan tidak hadir di sidang,” kata Jimly di Gedung MK, Jakarta, Rabu (1/11).

“Kan waktu itu alasannya kenapa tidak hadir ada dua versi, ada bilang karena menyadari ada konflik kepentingan, tapi ada alasan yang kedua karena sakit,” imbuhnya.

Pembatalan putusan MK masuk akal

Jimly menilai masuk akal apabila putusan MK terkait batas usia capres-cawapres dibatalkan. Hal itu merujuk pada Undang-Undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

“Jadi setelah kami diskusikan, itu masuk akal, ada gunanya. Kan, permintaannya supaya putusan MK itu dibatalkan, gitu lho. Dengan merujuk kepada UU Kekuasaan Kehakiman, (pasal) 17 yang ayat 7-nya,” kata Jimly.

Dalam UU Nomor 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 17 Ayat 3 dan 4 dijelaskan ketua majelis hingga hakim anggota harus mengundurkan diri jika ada hubungan kekeluargaan dalam perkara yang ditangani.

Kemudian, pada pasal 5 juga dijelaskan ketentuan yang sama juga berlaku untuk hakim atau panitera yang mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.

Selanjutnya, pada ayat 6 dijelaskan keputusan dinyatakan tidak sah jika melanggar ketentuan ayat 5.

“Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian bunyi ayat 6.

(yla/gil)


[Gambas:Video CNN]





Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »