Persaingan Ketat, Startup Hadapi Musim Paceklik?


TEMPO.CO, Jakarta – Perusahaan rintisan atau startup menghadapi situasi sulit akibat persaingan yang semakin ketat. Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan banyak startup gugur karena tak kuasa menghadapi derasnya kompetisi di tengah ketidak-pastian kondisi perekonomian global dan pagebluk Covid-19.

Startup, selain yang tumbuh karena pandemi, juga banyak bergugur karena pandemi dan juga karena persaingan yang ketat,” ujar Heru saat dihubungi pada Rabu malam, 25 Mei 2022.

Heru menjelaskan, perusahaan rintisan berbasis layanan yang sudah melewati fase pertumbuhannya, seperti e-commerce, pembayaran digital, travel dan edukasi, kini makin sukar mendapatkan pendanaan dari modal ventura. Sebab umumnya, investor mulai melirik startup yang mengusung kecerdasan buatan, big data analytuc, internet of things, dan metaverse.

Dalam kondisi seperti ini, Heru mengatakan startup mesti mengubah strategi dan keluar dari cara “bakar uang” untuk meraih pasar. Perusahaan, kata dia, juga perlu melakukan efisiensi dan menghimpun pendanaan melalui initial public offering (IPO) di bursa bila jumlah penggunanya sudah besar.

Di sisi lain, start up dapat melakukan konsolidasi dengan pemain lain. “Atau ya terpaksa gugur,” kata Heru. Heru tak memungkiri pada masa ini banyak startup yang telah membukukan keuntungan konsisten. Namun, perusahaan menghadapi beban berat untuk mengembalikan pendanaan investor.

Dia mencontohkan GoTo group dan Bukalapak. Kedua perusahaan digital ini, meski sudah kuat, masih berjuang untuk mempertahankan bisnis yang berkelanjutan. Heru mengatakan dengan persaingan yang ketat, nantinya hanya akan ada segelintir pemain di masing-masing sektor atau layanan yang bertahan.

“Seperti transportasi online ya Gojek dan Grab, pembayaran digital ya Gopay, Ovo yang lagi merangsek pasar Shopeepay, begitu juga e-commerce. Pemain baru di bidang yang sama akan berat kecuali keuangnnya kuat atau ada solusi layanan baru yang berbeda,” ucap Heru.

Baru-baru ini startup yang bergerak di bidang pendidikan, Zenius, mengumumkan PHK terhadap tenaga kerjanya yang berjumlah 200 orang. Pekerja yang tereliminasi itu mayoritas bekerja sebagai tim produksi dan tim konten.

Tak hanya Zenius, LinkAja pun melakukan PHK terhadap puluhan pekerjanya. Perusahaan dompet digital di bawah naungan badan usaha milik negara (BUMN) itu merampingkan karyawan untuk bagian teknologi informasi—menurut informasi yang dihimpun Tempo.

FRANCISCA CHRISTY | CAESAR AKBAR

Baca: Alasan Luhut Lapor ke Jokowi Soal Perusahaan Sawit Berkantor di Luar Negeri

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.





Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »