TEMPO.CO, Jakarta – Penjualan retail pada kuartal II 2022 tumbuh 15,42 persen secara year on year (yoy). Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan pertumbuhan itu menunjukkan daya beli masyarakat pulih pasca-pandemi.
“Angka-angka tersebut sangat penting di tengah berbagai ketidakpastian global yang memang betul-betul masih di depan mata, namun kita relatif bisa mengendalikannya,” ujar Susiwijono melalui keterangan tertulis pada Rabu, 17 Agustus 2022.
Ia berujar, retail menjadi indikator utama untuk melihat bagaimana leading indicators makro berjalan. Salah satunya dengan memperhatikan perkembangan harga dan efeknya ke berbagai sektor lain.
Kendati mengalami peningkatan yang cukup tinggi, Susiwijono mengatakan ada pelbagai tantangan dan kekurangan yang harus diatasi sektor retail. Misalnya, kesiapan pelaku usaha menjaga keseimbangan antara suplai dan permintaan.
Susiwijono menuturkan, saat ini, masih banyak pelaku usaha retail yang menetapkan target suplai setara dengan kondisi kala pandemi. Padahal, permintaan telah kembali normal sehingga terjadi kesenjangan. Selain itu, disrupsi rantai pasok dianggap perlu diwaspadai. Susiwijono mengatakan ada beberapa negara mitra dagang Indonesia yang mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi cukup mendalam.
Di tengah berbagai tantangan itu, ia menilai ekonomi nasional sejatinya telah menunjukkan perbaikan karena keberhasilan penanganan pandemi. Ia mengklaim berbagai leading indicator perekonomian nasional menguat di tengah prediksi pertumbuhan dari Internasional Monetary Fund (IMF) yang menurun dari 3,6 persen menjadi 3,2 persen.
Penguatan ini ditandai dengan capaian pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua 2022 yang menguat 5,44 persen (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan dengan capaian kuartal pertama 2022 yang sebesar 5,01 persen (yoy). Sementara itu, dari sisi pengeluaran, ia menyebut konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,5 persen dan kinerja ekspor tumbuh sebesar 19,74 persen.
Sedangkan dari sisi sektoral, transportasi pergudangan menjadi sektor dengan pertumbuhan tertinggi, yakni sebesar 21,27 persen. Ia memperkirakan pertumbuhan terjadi karena pulihnya mobilisasi masyarakat akibat penanganan pandemi semakin baik.
“Salah satu kunci terkendalinya pandemi dan tumbuhnya ekonomi di Indonesia adalah keberanian kita dalam memutuskan mudik lebaran kemarin,” kata Susiwijono. Mudik Lebaran, misalnya, telah mendongkrak daya beli dan konsumsi masyarakat.
Lebih lanjut, Susiwijono menilai indikator sektor eksternal pun relatif moncer. Perbaikan indikator ini ditunjukkan dengan konsistensi suplus neraca perdagangan selama 27 bulan berturut-turut.
Ia berujar, surplus neraca perdagangan pada April lalu mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah, yakni US$ 7.56 miliar. Selain itu, cadangan devisa berada pada level yang perkasa, yakni 132,2 atau setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor. Menurut Susiwijono, rasio utang luar negeri pun masih terjaga pada level yang aman.
Selain indikator eksternal, berbagai leading indicator mengalami perbaikan. Misalnya, indeks keyakinan konsumen (IKK) yang berada pada angka 128,2 per Juni 2020. Kemudian, purchasing managers’ index atau PMI juga masih terjaga pada angka yang cukup tinggi, yakni 51,3. Adapun pertumbuhan kredit mencapai 7,68 persen (yoy) untuk kredit modal kerja dan 5,59 persen (yoy) untuk kredit investasi.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca juga: Menteri PUPR: Tidak Ada Pembangunan Infrastruktur Baru Kecuali Perintah Presiden
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
Recent Comments