Okupansi Hotel di Yogyakarta Anjlok karena Kenaikan Harga BBM


TEMPO.CO, Jakarta – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyatakan tingkat hunian kamar atau okupansi hotel anjlok lantaran kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Saat ini, okupansi kamar hanya 50 persen. 

“Yang biasanya tingkat hunian 60 sampai 70 persen, sekarang baru mencapai 50 persen setelah harga BBM naik,” kata Ketua PHRI DIY Deddy P. Eryana di Yogyakarta, Kamis, 9 Sepetember. 

Penurunan okupansi paling parah terjadi di hotel bintang dua ke bawah. Penurunan tingkat hunian didorong oleh penundaan hingga pembatalan sewa kamar yang mencapai 30 persen. 

“Pembatalan 30 persen itu banyak ya meskipun lebih rendah dibandingkan saat pandemi,” kata dia.

Deddy menyatakan naiknya biaya transportasi memicu para tamu hotel terpaksa menangguhkan perjalanan ke Yogyakarta. Apalagi umumnya, wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta datang dengan angkutan darat, seperti bus.

Adapun untuk hotel bintang tiga ke atas, Deddy mengatakan pengusaha masih tertolong lantaran hunian itu juga menyediakan paket meeting, incentive, convention, exhibition (MICE) dari instansi pemerintah maupun swasta. Walau begitu, pengusaha diliput kegamangan karena kenaikan harga baku. 

Melejitnya harga-harga di pasar membuat pengusaha mesti menyesuaikan harga menu untuk catering hingga tarif layanan. “Ini menjadi dilema bagi kami. Daya beli masyarakat turun, tetapi di sisi lain biaya operasional kami naik,” kata dia.

Para pelaku usaha hotel anggota PHRI DIY, kata dia, saat ini tengah merumuskan langkah yang tepat untuk meringankan beban operasional. “Menaikkan tarif dilematis bagi kami, tapi mau tidak mau kalau nanti kiami berat ya kami sepakati naik dengan konsekuensi menggaet wisatawan dengan pangsa pasar yang selektif,” ujar Deddy. 

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno membagikan sejumlah tips ke pelaku usaha ekonomi kreatif agar bisnisnya tetap berjalan meski ada kenaikan harga BBM. Salah satu yang bisa dilakukan dalam memangkas biaya operasional adalah mengganti mobil yang biasa digunakan sehari-hari ke mobil dengan cc yang paling rendah. Bahkan, tak tertutup kemungkinan untuk mengganti mobil operasional dengan mobil listrik.

Ia mencontohkan pada saat kenaikan harga BBM pada tahun 2005 lalu, para pengusaha muda menyiasati dengan mengganti jenis mobil operasionalnya. “Yang dulu punya mobil cc-nya tinggi, akhirnya beralih ke mobil yang cc-nya lebih rendah,” kata Sandiaga, saat wawancara dengan Tempo di kantornya, Rabu, 7 September 2022.

Khusus untuk mobil operasional, Sandiaga berpendapat, pada tahun ini mungkin para pengusaha bisa mulai beralih menggunakan mobil listrik agar tak lagi harus pusing ketika mengisi BBM. Stasiun pengisian listriknya pun bisa dilakukan di rumah.

“Yang bisa disikapi adalah isi (listrik) di rumah. Kemarin kita dapat breafing dari PLN, sangat dimungkinkan, walau ada stasiun-stasiun yang pengisiannya dengan cepat,” ujar Sandiaga.

ANTARA | ARRIJAL RACHMAN

Baca: Harga BBM Naik Tapi Ada Anggaran untuk Bansos Rp 24,17 T, Ini Penjelasan Staf Khusus Sri Mulyani

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.





Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »