Nasabah Bumiputera Cerita Gagal Bangun Masjid Akibat Polis Tak Cair


TEMPO.CO, Jakarta – Korban gagal bayar klaim polis asuransi Bumiputera, Lucky Datau Gasing, batal membangun masjid untuk memenuhi wasiat mendiang suaminya. Sebab, uang nasabah sebesar Rp 1,2 miliar itu tak kunjung cair. 

“Saya sudah ikut BP Maxi yang lima tahun itu dengan jumlah uang Rp 1,2 miliar. Rencananya, uang itu mau saya bangun masjid almarhum suami saya,” kata dia kepada Tempo di depan kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jalan Jenderal Gatot Subroto, Senin, 23 Mei 2022.

Lucky rela datang jauh dari Makassar ke Jakarta untuk ikut aksi menuntut hak mereka di kantor OJK. Bersama puluhan nasabah lain, Lucky membentangkan spanduk menuntut uang asuransi mereka dikembalikan. Perempuan asal Makassar ini menuturkan ia mengikuti produk Bumiputera, yakni BP Maxi, yang mendeposit uang lima tahun. Namun sejak habis kontraknya, ia belum menerima pencairan apa pun.

Senasib dengan Lucky, nasabah lain bernama Tuti, juga kecewa hingga. Saat ini dia belum mendapatkan uang asuransinya. Rencana masa tua nasabah asal Tangerang Selatan ini buyar. Padahal, uang asuransi ratusan juta yang mengendap di Bumiputera itu untuk tabungan pensiunnya.

“Saya ikut yang sekali bayar deposit lima tahunan dan sekarang kan sudah jatuh tempo. Tapi uang saya belum dibayarkan, padahal saya mau pakai uang itu untuk dana pensiun saya,” kata Tuti.

Nasabah lain, Endah, mengaku kehilangan hampir Rp 40 juta ketika uang polis asuransi pendidikan Bumiputera miliknya tidak cair. Padahal, kata dia, polis asuransi itu habis tempo Juli tahun lalu.

“Seharusnya klaim polis saya cair Juli 2021. Tetapi sampai sekarang belum juga diberikan,” tutur perempuan usia 67 tahun ini.

Pandemi Covid-19 yang membikin banyak orang kesulitan keuangan, pun membelit nasabah gagal bayar Bumiputera. Kasus gagal bayar yang sudah berlangsung sejak 2017 semakin membuat nasabah tercekik di masa pagebluk.

Sutarman, nasabah Bumiptera lain, ikut dalam aksi ini untuk menuntut klaim polisnya. Ia memiliki dua polis Bumiputera. Pertama, sudah habis kontrak pada 2019 dan Rp 29 juta klaimnya belum dibayarkan. Sementara itu polis kedua adalah asuransi pendidikan yang ia rencanakan untuk kuliah anaknya di perguruan tinggi swasta. Namun, ia memutus kontrak polis kedua dengan dana mengendap senilai Rp 7 juta.

“Lumayan buat saya nilai yang belum dibayarkan apalagi di masa pandemi begini. Yang habis kontrak 29 juta dan yang putus kontrak Rp 7 juta dan itu anggaran buat anak saya kuliah,” kata Sutarman.





Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »