Menjadi Guru di Era Literasi


GURU dalam etimologi bahasa Sunda adalah akronim dari kata digugu berarti didengar, dipatuhi, dan ditiru berarti dicontoh. Itulah gambaran ideal tentang guru, seorang yang harus memberikan suri teladan baik kepada peserta didik.

Guru tidak hanya menyampaikan materi pelajaran, atau sebatas menyampaikan informasi di kelas saat jam pelajaran berlangsung, kemudian pergi. Karena di era informasi seperti saat ini, guru bukan satu-satunya sumber informasi.

Siswa sangat mudah mendapatkan informasi mengenai apapun. Hanya berbekal gawai dan jaringan internet, mereka dapat dengan lincah berselancar di dunia maya untuk mencari informasi apapun yang mereka inginkan.

Lalu, apa itu Literasi?. Literasi termasuk dalam kelas nomina atau kata benda. Istilah literasi berasal dari bahasa Latin literatus yang artinya adalah orang yang belajar. Selain itu, dalam bahasa latin dikenal dengan littera yaitu huruf.

Adapun istilah literasi dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Inggris literacy. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, literasi adalah kemampuan menulis dan membaca. Kamus Oxford mendefinisikan literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Jadi, literasi sangat erat sekali hubungannya dengan proses membaca dan menulis.

Namun demikian, makna literasi sebenarnya memiliki pemahaman yang lebih kompleks dan dinamis, tidak hanya dipahami sebagai kemampuan membaca dan menulis saja. Akan tetapi lebih kepada kemampuan mengolah, menganalisa dan memahami informasi dari bahan bacaan serta mampu mengomunikasikan kembali melalui tulisan.

Kemampuan guru dalam mencari, menemukan, dan menentukan sumber informasi yang sesuai dengan kebutuhan disebut dengan kemampuan literasi. Modal utama seorang guru adalah kemampuan literasi yang tinggi dalam mewujudkan guru yang kreatif, inovatif, dan inspiratif. Adapun kemampuan dasar literasi, menurut Jana Sandra (2022)—dengan mengutip Harvey J. Graff—adalah membaca, menulis dan menghitung.

Seiring dengan perkembangan zaman, pesatnya ilmu pengetahuan, dan perkembangan teknologi informasi yang semakin maju, maka kemampuan literasi tidak terbatas pada membaca, menulis dan menghitung. Lebih dari itu, menurut National Institute for Literacy, literasi adalah kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat.

Oleh karena itu, kemampuan guru dalam bidang literasi harus ditingkatkan seperti kemampuan memahami teks, mengolaborasi, menghubungkan serta menganalisis teks untuk mewujudkan pembelajaran yang lebih menyenangkan.

Analisis teks

Dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM) dibutuhkan buku teks sebagai acuan dalam memberikan rangkaian materi kepada peserta didik. Hal ini diatur dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 2 Tahun 2008, pasal 1 Ayat 3 menyatakan bahwa buku teks pelajaran pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi yang selanjutnya disebut buku teks adalah buku acuan wajib untuk digunakan di satuan pendidikan dasar dan menengah atau perguruan tinggi yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan, ketaqwaan, akhlak mulia, dan kepribadian, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan kepekaan dan kemampuan estetis, peningkatan kemampuan kinestetis, dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan.

Oleh karena itu, keberadaan buku teks sangat penting dalam proses KBM. Buku teks mempunyai pengaruh yang besar terhadap konten materi yang akan disampaikan guru kepada peserta didik. Kualitas buku teks juga mengambil bagian dalam menentukan kualitas peserta didik. Sehingga hal ini diatur dalam peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Buku yang digunakan oleh Satuan Pendidikan pasal 3 ayat 1-9 mengatur berbagai macam aspek yaitu, aspek kebahasaan, aspek materi, aspek penyajian, aspek kegrafikaan, dan aspek nilai/norma.

Dengan demikian sangatlah penting dilakukan kajian atau analisis buku teks. Menurut Andi Harpeni (2019), mengutip Charalambous et al., mengategorikan tiga pendekatan analisis buku, yaitu: pertama, analisis horisontal yang berfokus pada karakteristik umum buku teks. Misalnya karakteristik fisik dan susunan konten buku; kedua, analisis vertikal yang berfokus pada aspek kualitas dan didaktikal konten buku. Dalam kategori ini, analisis merujuk pada bagaimana buku teks dapat memberikan pemahaman secara mendalam terhadap konten; dan ketiga adalah analisis kontekstual yang berfokus pada bagaimana buku teks digunakan dalam aktivitas pengajaran.

Menurut pengamatan penulis terkait analisis teks, ada empat hal yang harus diperhatikan guru ketika melakukan analisis buku teks yaitu: Pertama, analisis fisik merupakan analisis berdasarkan deskripsi fisik yang meliputi: judul, pengarang, edisi; impresium: tempat terbit, nama penerbit, dan tahun terbit; kolasi: jilid, halaman, ilustrasi, dan ukuran; seri, catatan, dan International Standard Book Number (ISBN);

Kedua, analisis kelengkapan konten merupakan analisis buku teks berdasarkan kesesuaian dengan struktur kurikulum yang berlaku meliputi kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD), kompetensi inti 1 (sikap spiritual), kompetensi inti 2 (sikap sosial), kompetensi inti 3 (pengetahuan), kompetensi inti 4 (keterampilan);

Ketiga, analisis konektivitas merupakan analisis buku teks terfokus kepada jaringan koneksi ilmu pengetahuan antara berbagai macam disiplin ilmu. Ilmu pengetahuan tidak bisa berdiri sendiri tanpa disiplin ilmu yang lain, seperti halnya ilmu kedokteran membutuhkan disiplin ilmu matematika dan disiplin ilmu lainya. Guru bisa melakukan analisis terkait materi-materi pelajaran dan kemudian bisa melakukan kolaborasi dengan mata pelajaran yang lain berdasarkan analisis konektivitas; dan

Keempat, analisis kontekstual merupakan konsep analisis buku teks dengan mengaitkan antara materi yang ada di buku teks dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan nyata. Dengan demikian seorang guru tidak harus menyapikan materi buku teks secara berurutan sesuai babnya, tetapi guru bisa memilih dan menentukan materi mana saja yang harus disampaikan di awal.

Kemampuan analisis buku teks harus dimiliki oleh guru di era literasi ini, tidak hanya sebatas membaca tetapi guru harus mampu memahami, menganalisis, menghubungkan, dan mengontekstualkan materi-materi pelajaran dengan kehidupan nyata. Dengan demikian jika seorang guru mempunyai kemampuan analisis buku teks yang baik, maka pembelajaran akan lebih menyenangkan dan lebih kaya wawasan. Wallahu a’lam bi shawab.






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »