Menikmati Festival Unik Sumonar 2023 di Jogjakarta 


JOGJAKARTA, bisniswisata.co.id: Hari Jumat menjelang siang, pesawat yang saya tumpangi tiba di bandara Adisucipto, Jogjakarta dan begitu keluar dari pintu kedatangan, bersama Hilya Millaty, tim Kemenparekraf yang menangani Event Daerah kami langsung menuju Museum Affandi, sang maestro pelukis Indonesia. 

Dalam perjalanannya berkarya, pemegang gelar Doctor Honoris Causa dari University of Singapore tahun 1974, ini dikenal sebagai seorang pelukis yang menganut aliran ekspresionisme atau abstrak. Affandi Koesoema (18 Mei 1907 – 23 Mei 1990) adalah pelukis Indonesia yang paling terkenal di dunia internasional, berkat gaya ekspresionis dan romantismenya yang khas. 

Ekspresionisme adalah sebuah aliran dalam seni lukis yang penggambarannya sesuai dengan keadaan jiwa sang perupa yang spontan pada saat melihat objek karyanya. Beberapa tokoh yang beraliran ekspresionisme adalah Affandi dan pelukis Vincent van Gogh.

Pada tahun 1950-an Affandi banyak mengadakan pameran tunggal di India, Inggris, Eropa dan Amerika Serikat. Affandi tergolong sebagai pelukis yang produktif karena telah melukis lebih dari 2.000 lukisan. Konon hingga akhir hayatnya ada 5000 lukisan yang masih terus dipajang dan di pinjam di pameran-pameran besar di dalam dan luar negri.

Kerap melintas depan Museum Affandi tapi tidak pernah mampir, namun kali ini saya fokus langsung menyambangi museum di depan UIN Sunan Kalijaga itu. Soalnya ada Sumonar Festival 2023 yang berpusat di Museum Affandi yang berlangsung pada tanggal 25 November – 05 Desember 2023. 

Masuk ke ruang galery pertama sesuai arahan Hendra, Gen Z yang membantu kegiatan seni yang unik ini, seluruh indera rasa yang kita miliki langsung aktif, mendengarkan suara percakapan, irama lagu, lukisan-lukisan seluas dinding seolah ‘hidup’ di hadapan pengunjung.

Galery 2 & 3 di Museum Affandi seketika  menjadi ruang interaksi penikmat seni instalasi cahaya untuk tidak sekadar melihat seni pertunjukan video mapping, namun juga memaknai pemikiran para maestro seni rupa melalui karya-karyanya. Selain Affandi, ditampilkan pula karya pelukis S. Sudjojono.

Pada 2014, Indonesia sempat digemparkan dengan hasil lelang lukisan salah satu maestro Indonesia yang nama lengkapnya Sindudarsono Sudjojono. Lukisan berjudul “Pasukan Kita yang Dipimpin Pangeran Diponegoro” (Our Soldiers Led Under Prince Diponegoro), berhasil terjual dengan harga tiga kali lipat dari estimasi balai lelang Sothebys di Hong Kong. Lukisan itu laku dijual di lelang internasional senilai Rp85 miliar, dan saat itu menjadi rekor penjualan tertinggi di Asia Tenggara.

Nah melihat tampilan lukisan Affandi yang beraliran Ekpresionis dan S Sudjojono beraliran Realisme, rasanya sangat tepat apa yang ingin ditampilkan oleh Raphael Donny sebagai Direktur SUMONAR 2023, Ignatia Nilu sebagai kurator maupun Helfi Dirix, Kepala Museum Affandi yang juga cucu pertama sang Maestro ini untuk mengajak pengunjung melihat sejarah seni rupa Indonesia sebagai identitas bangsa. 

                    Jacob, Turis Swiss

Mahmud Mada, Marketing Communication (Marcom) Sumonar 2023 mengirimi rilis lewat WA. Festival video mapping Sumonar merupakan acara tahunan yang sudah ada sejak tahun 2019 dan kali ini tema nya mengusung tagline “Being As Such“.

“Dengan meminjam istilah filsuf Aristoteles, maknanya kurang lebih ‘Sumonar ada ( eksis), untuk menjangkau sejauh yang telah ada,” kata dia. Mada menambahkan total ada 23 seniman terlibat dalam acara ini baik seniman video mapping, rupa, sastrawan, maupun seniman musik. 

Jejak kesejarahan memang coba ditelusuri melalui karya para maestro seni rupa Indonesia itu. Dipilihnya Museum Affandi sebagai ruang presentasi utama SUMONAR 2023, tak hanya difungsikan sebatas ruang. Namun juga mengaktualisasi dan memaknai kembali pemikiran maestro seni rupa Indonesia ini melalui rekaan optis yang eksis dalam karya seni digital dan dibuat seolah kita ada di dalamnya. 

Ternyata rasa itu bukan hanya dirasakan kami berdua, seorang turis bernama Jacob yang mengunjungi museum juga menikmati suguhan video mapping yang dilihatnya. Pria asal Swiss yang tengah berkunjung ke Jogja tertarik untuk datang setelah baca di internet ada event unik ini.

Pengacara berusia 63 tahun yang suka traveling ini mengaku suka mengunjungi galery saat berada di satu negara karena dari sebuah lukisan dia bisa menyelami topik bahkan budaya dari satu bangsa. Oleh karena itu dia kagum pada sekelompok anak muda yang memiliki ide briliant atas lahirnya Sumonar Festival yang diselenggarakan sejak 2019.

“Betul sekali pengamatannya bahwa saya sangat menikmati tampilan seni yang ada dengan menawarkan presentasi berbagai macam karya. Ada keterangan dalam dua bahasa yaitu Indonesia dan Inggris. Di sini pengunjung tak hanya diperkenalkan seni instalasi cahaya, tapi saya menemukannya sebagai sebuah karya spesial, holistik karena mengasah semua indera kita terutama telinga, mata dan hati,” kata Jacob panjang lebar.

Sebagai generasi baby boomer berusia 63 tahun, Jacob senang melihat pengunjung lainnya dari generasi Gen-Z yang juga menikmati tampilan seni dengan santai dan tidak lupa terus berselfie tapi tetap serius membaca penjelasan-penjelasan tentang lukisan dan kesaksian dari karya S.Sudjojono soal lukisan tiga pengemis yang dibuat di jaman penjajahan Jepang bahwa lukisan ini adalah suatu gambaran nyata neraka masyarakat Indonesia.

 

Alif Setiawan ( kedua kanan) menikmati tayangan di dinding dengan santai.

Pengunjung lainnya, Alif Setiawan dan Yana, gen Z asal Jakarta mengaku spesial datang untuk menikmati Sumonar Festival 2023 ke Jogjakarta sekaligus belajar dari karya-karya sang maestro karena sehari-hari berprofesi sebagai Web Designer. 

Di Jakarta dia dan teman akrabnya, Yana,  kerap mengunjungi galery seni untuk mendapat insight dan referensi dalam mengasah kreativitas seninya juga. Pada 1 Desember 2023 dia akan hadir pula di titik O ujung dari Jl Malioboro, Jogja, tepatnya Fasad Gedung BNI yang menjadi pertunjukkan utama Video Mapping selama 01 – 03 Desember 2023.

“Setelah berkunjung ke Museum Affandi ini komentar saya WAH, keren kerja panitia menyuguhkan benda mati menjadi video mapping ke seni digital sesuai jamannya yang era digital. Tidak rugi saya ambil keputusan habiskan empat hari di Jogja gara-gara info Sumonar di Tik Tok ini “ kata Alif Setiawan.

Video mapping merupakan sebuah teknik yang menggunakan pencahayaan dan proyeksi sehingga dapat menciptakan ilusi optis pada objek – objek dan objek – objek tersebut secara visual akan berubah dari bentuk biasanya menjadi bentuk baru yang berbeda dan sangat fantastis.

Kumpulan lembaran sketsa-sketsa awal bangunan ruang maupun bangunan Museum Affandi misalnya serta penjelasan dalam bentuk tulisan bisa menjadi gambar yang meleleh-leleh jadi tayangan unik.

Dibuka pada Sabtu, 25 November 2023, di Museum Affandi. Agenda & programnya adalah pameran ( live performan)  26 November – 05 Desember 2023, ada Workshop Video Mapping 26 November 2023, Sumonium pada 2 Desember, penutupan di Museum Affandi juga pada 5 Desember jam 19.00 WIB.

Selain bisa menikmati video mapping dari jam 10.00 – 22.00 WIB di Galery 2 & 3, tiap hari selama acara mulai jam 18.00 – 22.00 WIB pengunjung juga bisa menikmati  Mapping Show Area Outdoor. Pengunjung umum membayar dengan harga Rp 75.000 dan Rp 50.000,- Pelajar/Mahasiswa.

“ Saya sebagai karyawan Museum senang sekali setelah 3 tahun pandemi COVID-19, panitia memilih Museum Affandi sebagai Venue dan pusat kegiatan. Silahkan bawa berbagai kegiatan biar masyarakat sering datang mengasah seni dan batinnya ke museum,” kata petugas yang mengantar kami meneruskan perjalanan, meninggalkan area halaman.

Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenparekraf Vinsensius Jemadu yang hadir saat pembukaan pada 25 November lalu menegaskan event seni budaya ini turut memberikan kontribusi yang luar biasa bagi pariwisata maupun ekonomi kreatif.

Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri sebagai destinasi wisata favorit  memiliki vibrasi yang luar biasa dan selalu dikunjungi banyak orang dari berbagai daerah maupun negara lainnya sehingga memberikan kontribusi luar biasa terhadap pergerakan wisatawan baik Nusantara dan mancanegara.

” Tidak mengherankan apabila banyak seniman yang lahir di DIY. Terlebih dengan penyelenggaraan Sumonar yang menampilkan seni media baru maupun besarnya potensi ekonomi kreatif di DIY. Indonesia sendiri menempatkan posisi tiga untuk ekonomi kreatif setelah Amerika Serikat dan Korea Selatan, ” jelasnya.

Menurut Vinsent, potensi seni dan kreativitas harus senantiasa digali. Seperti Sumonar yang merupakan suatu seni baru dan adaptasi yang layak diapresiasi sehingga pihaknya tetap komitmen mendukung festival ini. 

Sumonar merupakan event unggulan daerah yang dikemas dalam progam Karisma Event Nusantara Kemenparekraf yang dapat dinikmati masyarakat maupun wisatawan.

 



Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »