LSM Kritik Proses Penunjukan Penjabat Kepala Daerah Belum Transparan



Jakarta, CNN Indonesia

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta agar proses pemilihan Penjabat (Pj.) kepala daerah oleh pemerintah pusat dilakukan secara terbuka dan melibatkan publik.

Peneliti dari Perludem Fadhli Ramadhanil mengatakan langkah itu diperlukan lantaran sesuai amanat konstitusi yang ada, pemilihan kepala daerah wajib dilakukan secara demokratis dan melibatkan partisipasi dari masyarakat.

Di sisi lain, kata dia, hal itu juga menjadi penting karena akan ada banyak kepala daerah yang habis masa jabatan definitifnya pada periode 2022-2023 mendatang.

“Maka menjadi penting untuk kita berbicara bagaimana proses pengisian penjabat kepala daerah. Mengingat akan ada banyak kepala daerah yang habis masa jabatan definitifnya,” ujarnya dalam diskusi virtual, Minggu (15/5).

Lebih lanjut, Fadhli mengatakan, banyak para penjabat kepala daerah yang dipilih itu akan mengisi kekosongan kepemimpinan pemerintah daerah dalam waktu yang sangat lama.

Bahkan menurutnya, para Penjabat yang sudah dilantik sejak Mei ini, berpotensi memegang jabatannya selama tiga tahun hingga 2025 mendatang.

Perkiraan itu, kata dia, dilakukan berdasarkan timeline pelaksanaan Pilkada serentak yang baru akan dilakukan pada November 2024 mendatang.

Sementara berdasarkan proses Pemilu, akan ada tahapan rekapitulasi dan perselisihan hasil yang setidaknya akan memakan waktu selama tiga bulan sejak pencoblosan.

“Kalau kita lihat time frame waktunya, paling cepat kepala daerah definitif hasil Pemilu baru bisa dilantik paling cepat di bulan Maret atau April 2025,” jelasnya.

Panjangnya masa jabatan itulah yang menurutnya kemudian sudah menggeser makna Penjabat kepala daerah dalam konstitusi. Pasalnya dengan kewenangan yang setara dan masa jabatan yang panjang maka pemilihan harus dilakukan secara terbuka dan partisipatif.

Sehingga tidak mengkhianati konstitusi yang ada dan juga agar tidak terkesan politis lantaran ditetapkan secara mutlak oleh pemerintah pusat.

“Kita tahu sekarang proses pengisian penjabat yang dilakukan itu belum partisipatif, terbuka, dan demokratis. Kita tidak pernah tahu prosesnya, tiba-tiba muncul saja nama penjabat,” tegasnya.

Padahal menurut Fadhil, para Penjabat kepala daerah ini memiliki dua pekerjaan rumah yang besar. Pertama, mereka harus memastikan legitimasi hukum yang ada sudah tuntas ketika akan memulai kedudukannya penjabat kepala daerah.

Kedua, mereka juga harus memastikan roda pemerintahan, pelayanan publik berjalan dengan baik. Sementara dari segi elektoral 2024, para penjabat juga bertugas untuk memastikan anggaran penyelenggaraan Pilkada serentak bisa direncanakan dan diadakan sesuai dengan kebutuhan.

“Dan kita semua tahu persiapan untuk penganggaran penyelenggaraan Pilkada melalui APBD itu tidak mudah,” tuturnya.

Belum lagi, kata dia, para penjabat itu mesti berkomunikasi dengan seluruh stakeholder terkait di daerah khususnya DPRD guna memastikan keberlangsungan Pilkada serentak 2024.

“Tantangan elektoral kedua, para Penjabat ini juga wajib menjaga netralitas ASN, menjaga stabilitas politik dan sosial di tengah kuatnya pertarungan dalam kontestasi pemilu 2024,” pungkasnya.

Desak Buat Aturan

Senada, Pelaksana tugas (Plt) Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Violla Reininda meminta agar pemerintah dapat membentuk aturan pelaksanaan pemilihan Penjabat kepala daerah.

Violla memandang pembentukan aturan mengenai mekanisme pengisian penjabat kepala daerah penting dilakukan untuk menjamin penunjukan berlangsung secara transparan dan demokratis.

Sekaligus untuk menunjukkan bahwa pengisian kepala daerah yang kosong dilakukan secara transparan dan akuntabel. Serta memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa tidak ada unsur politik praktis dalam penentuan Penjabat kepala daerah.

“Karena penjabat ini hal yang sifatnya transisional untuk mengisi kekosongan ketika mau menormalisasi Pilkada serentak,” ujarnya.

“Maka jadi suatu keniscayaan bagaimana pemerintah untuk mencari cara yang paling demokratis mungkin untuk mengisi jabatan kepala daerah yang kosong itu,” sambungnya.

Violla juga mengingatkan, bahwasanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 67/PUU-XIX/2021, 15/PUU-XX/2022, dan 15/PUU-XX/2022 telah meminta agar pemerintah mempertimbangkan untuk membuat aturan turunan terkait Penjabat kepala daerah.

Aturan turunan yang dimaksud salah satunya, kata dia, yakni terkait mekanisme pemilihan calon Penjabat kepala daerah. Menurutnya, dalam hal tersebut MK secara jelas berpesan agar proses pemilihan dilakukan secara terbuka dan kompetitif.

Selain itu, Violla mengatakan, MK juga telah meminta agar para calon Penjabat memiliki kompetensi, kepemimpinan, dan memahami birokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang dimaksud.

“Kemudian yang tidak kalah penting juga bagaimana pemerintah ke depan membuat mekanisme tertentu untuk melibatkan publik. Khususnya dalam penilaian pengisian Penjabat kepala daerah ini,” tegasnya.

“Aturan main ini menjadi sangat penting untuk dibuat, karena pemilihan atau pengisian ini bukan hanya untuk satu atau dua daerah saja. Tetapi secara serentak dari 2022-2023 untuk 271 daerah,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Violla menegaskan, penerbitan aturan itu juga akan menjadi preseden pemerintahan saat ini dalam menjalankan amanat konstitusional yang telah diperjuangkan sejak lama.

“Ini menjadi salah satu catatan bagaimana Presiden yang sekarang dapat mewariskan nilai-nilai demokrasi konstitusional dalam pemerintahannya,” tuturnya.

Di sisi lain, KoDe Inisiatif memandang, pelbagai aturan turunan itu menjadi hal yang krusial untuk memastikan para Penjabat kepala daerah memahami konteks dan pemerintahan lokal.

Mengingat mereka-mereka yang dipilih akan bertanggung jawab terhadap hajat masyarakat setempat dengan waktu yang tidak sebentar.

“Karena masyarakat lokal yang nanti akan terikat dengan pengelolaan pemerintahan penjabat. Apalagi sudah disebutkan bahwa penjabat ini kewenangannya akan sama dengan kepala daerah definitif,” pungkasnya.

Sebagai informasi, akibat pilkada yang semestinya dihelat 2022-2023 diundur ke pilkada serentak 2024, sejumlah daerah akan mengalami kekosongan kepala daerah definitif lantaran habis masa jabatan.

Pada 2022 saja, ada 101 daerah yang akan mengalami kekosongan semacam itu. Sementara secara total akan ada 271 daerah yang akan mengalami kekosongan hingga Pilkada serentak di 2024.

(tfq/DAL)

[Gambas:Video CNN]






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »