TEMPO.CO, Jakarta – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah memeriksa industri ekspedisi karena dugaan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
“Kami masih melakukan proses penyelidikan atas dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 yang melibatkan salah satu platform e-commerce, khususnya berkaitan dengan jasa logistiknya,” kata Kepala Biro Humas dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur melalui pesan tertulis pada Tempo, Senin, 5 September 2023.
Adapun Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Selain itu, lanjut Deswin, KPPU juga tengah mempelajari hubungan kemitraan di sektor tersebut.
Ketua KPPU Afif Hasbullah mengatakan penyelidikan di industri ekspedisi adalah inisiatif KPPU. “Asperindo (Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia) dipanggil sebagai saksi, sudah dimintai keterangan,” ujar Afif saat dihubungi terpisah.
Lebih jauh, Afif tak bisa memastikan kapan penyelidikan dugaan persaingan tidak sehat di industri ekspedisi bisa selesai. Namun, dia mengaku sebentar lagi akan selesai.
“KPPU masih akan memanggil beberapa pihak lagi. Sedikit lagi. Kami terus jalan kok,” tutur Afif.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asperindo Trian Yuserma menyebut ada dugaan praktik persaingan tidak sehat dalam beberapa waktu terakhir. Ini menjadi perhatian pelaku industri ekspedisi dan pos, khususnya pelaku usaha lokal.
Iklan
Asperindo lantas menduga telah terjadi monopoli antara platform e-commerce dan ekspedisi tertentu. Sehingga bisa menggerus pangsa pasar pelaku usaha lainnya.
Kontrak eksklusif itu diduga menawarkan tarif jasa pengiriman yang sangat rendah. Sehingga sulit disaingi pelaku usaha lain atau erat dengan strategi ‘bakar uang’.
“Bagaimana bisa ada cost reduction di industri ini? Kami mengelola biaya ada yang naik, ada yang turun, dan ada juga yang tetap. Tapi secara keseluruhan pasti tetap naik karena biaya upah terus naik, harga bensin naik,” ujar Trian, dikutip dari Koran Tempo edisi hari ini.
Dia menilai, kebijakan ini secara langsung juga merugikan konsumen, baik penjual maupun pembeli. Pasalnya, konsumen tidak bisa lagi memilih ekspedisi sesuai dengan preferensinya.
“Tren bakar duit semacam ini jelas tidak sehat. Banyak seller juga yang mengeluh,” kata Trian.
AMELIA RAHIMA SARI | GHOIDA RAHMAH | EFRI ARITONGA
Recent Posts
- Peta Fraksi dan Kilas Balik Pengesahan UU HPP Pangkal PPN 12 Persen
- AmaWaterways offers ‘savings galore’ for wave campaign
- Kapolda DIY Periksa Pistol dan Surat Tes Psikologi Anggotanya
- NEWH, Inc. Awards $75K in Scholarships During BDNY 2024
- Why coal is being burned more than ever as demand in China and India soars despite carbon emissions warnings | Science, Climate & Tech News
Recent Comments