SINGAPURA, bisniswisata.co.id: Apa yang Islam katakan tentang keberagaman? Mengapa beberapa ayat Alquran melarang berteman dengan non-Muslim? Benarkah umat Islam tidak boleh ikut serta dalam festival atau perayaan non-Muslim?
Di antara banyak kesalahpahaman tentang Islam adalah gagasan bahwa Islam menganjurkan agar segala bentuk keberagaman ditolak atas dasar menjunjung tinggi keyakinan agama.
Sayangnya, gagasan ini dapat dilihat pada kelompok ekstremis militan seperti ISIS, yang memandang dunia dalam biner – ‘kita versus mereka’.[1] Asosiasi apa pun dengan orang-orang kafir atau kafir, baik dalam hal ideologi, budaya, praktik atau cara hidup, sama saja dengan melemahkan prinsip-prinsip dan identitas Islam.
Lebih buruk lagi, sentimen Islamofobia juga, dalam beberapa kasus, berhasil memanfaatkan media internasional dengan meminggirkan umat Islam secara umum karena sangat sedikit ekstremis yang menyalahgunakan Islam untuk membenarkan tindakan dan ideologi mereka.
Hal ini tidak terjadi pada mayoritas 1,8 miliar umat Islam di seluruh dunia. Kebanyakan umat Islam bersifat moderat, dan mereka dapat hidup damai dengan orang lain yang mungkin memiliki latar belakang etnis atau agama yang berbeda.
Sifat damai umat Islam dalam hidup berdampingan dengan orang lain yang berbeda keyakinan dan budaya dapat ditelusuri dari cara Islam memandang keberagaman. Islam dan keberagaman memang menjadi tema yang penting untuk dibahas, apalagi kita hidup di masyarakat majemuk seperti Singapura.
Apa yang Islam katakan tentang keberagaman? Sejauh mana keberagaman diterima?
Dilansir dari muslim.sg, artikel ini bermaksud membahas miskonsepsi tentang Islam dan keberagaman ;
Kesalahpahaman 1: Islam Tidak Menerima Keberagaman
Bertentangan dengan kesalahpahaman yang disebutkan di atas, Al-Quran mengakui keberagaman sebagai bagian dari cara Allah dalam penciptaan (Sunnatullah fil-khalq):
“Dan salah satu tanda kekuasaan-Nya adalah penciptaan langit dan bumi, serta keanekaragaman bahasa dan warna kulit kalian. Sesungguhnya di dalamnya terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berilmu.” (QS Ar-Rum, 30:22)
Ada sekitar 8 miliar orang di seluruh dunia, dan Anda bahkan dapat memasukkan mereka ke dalam sejarah sejak zaman manusia pertama, namun tidak ada dua individu yang benar-benar identik. Meskipun ada beberapa kesamaan, setiap orang berbeda dan unik dalam sifat dan kualitasnya masing-masing.
Faktanya, keajaiban yang sama juga dapat dilihat pada ciptaan lainnya. Dengan mengamati rancangan ciptaan yang luar biasa dan cerdas ini, kita dapat sampai pada kesimpulan bahwa memang ada Pencipta Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui yang menciptakan alam semesta yang telah diatur dengan sempurna. Argumen filosofis ini sering disebut sebagai ‘argumen teleologis’.
Oleh karena itu, Al-Quran memberitahu kita bahwa keberagaman adalah bagian dari cara Allah dalam penciptaan agar kita dapat melihat tanda-tanda Pencipta kita. Melalui keberagaman dan keberagaman, sebagai umat Islam, kita bisa menyaksikan Keesaan Allah s.w.t.
Dalam ayat lain, Allah s.w.t. mengungkapkan kepada kita hikmah lain dari keberagaman dalam penciptaan:
“Wahai umat manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Allah benar-benar Maha Mengetahui lagi Maha Mengetahui.” (Surah Al-Hujurat, 49:13)
Ayat ini mengidentifikasi tujuan utama keberagaman lainnya, yaitu mengenal satu sama lain. Saat kita bertemu orang yang berbeda dari kita, hal itu memberi kita kesempatan untuk mempelajari hal-hal baru.
Melalui interaksi positif dengan keberagaman, kita dapat mengembangkan pertumbuhan, kedewasaan, pengalaman, dan bahkan mempelajari kualitas-kualitas baru seperti kemampuan beradaptasi, kesabaran, empati, dan kasih sayang.
Pertukaran tersebut dapat dilihat pada periode awal perluasan Kekhalifahan Abbasiyah, di mana terjadi gerakan yang didanai negara untuk menerjemahkan warisan intelektual peradaban Helenistik ke dalam bahasa Arab.
Melalui pertukaran tersebut, umat Islam tidak hanya berkontribusi terhadap pelestarian pengetahuan bagi umat manusia, namun juga mengembangkannya dengan menawarkan wawasan, membangun formulasi epistemologis baru, dan membuat penemuan-penemuan ilmiah baru.
Masa keemasan Islam ini juga dikreditkan dengan kebangkitan kemajuan Eropa – juga dikenal sebagai Renaisans – yang terjadi kemudian melalui interaksi mereka dengan dunia Muslim.
Belajar dari orang lain yang berbeda bukan berarti kita harus menerima dan mengasimilasi segalanya. Di beberapa tempat, terdapat norma-norma masyarakat yang mungkin sah menurut hukum negara namun tidak diterima dalam Islam, seperti mengonsumsi minuman beralkohol dan berjudi.
Sebagai umat Islam, sudah menjadi uji tuntas kami untuk memastikan bahwa kami tidak berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.
Perbedaan tidak boleh menimbulkan perpecahan. Masa keemasan Islam, di antara generasi-generasi berpengaruh lainnya, telah menunjukkan kepada kita bagaimana umat Islam mampu berkontribusi dalam mengangkat kemanusiaan di mana pun mereka terlibat dan berintegrasi dengan orang lain.
Umat Islam mampu membangun masyarakat dinamis yang berpedoman pada tradisi dalam menghadapi keberagaman. Selain itu, kualitas yang paling penting untuk dikembangkan dalam berinteraksi dengan keberagaman adalah ketaqwaan (mengingat Allah s.w.t), sebagaimana lanjutan ayat Alquran tersebut.
Maksudnya adalah mengembangkan akhlak dan perbuatan kita agar diridhai Allah s.w.t, ketika kita bertemu dengan orang-orang yang mungkin mempunyai peran positif atau negatif dalam hidup kita.
Singkatnya, Islam mengakui keberagaman. Tidaklah mengapa melihat perbedaan –perbedaan seperti itu, terutama dalam perilaku moral. Sebagai Muslim, kita boleh berbagi dan mengajak orang lain masuk Islam, namun keyakinan kita bukanlah sesuatu yang harus kita paksakan atau dakwahkan kepada orang lain. Yang penting adalah kita bisa mengambil manfaat dari keberagaman dan fokus pada pembangunan kita sendiri.
Kesalahpahaman 2: Mengapa beberapa ayat Alquran melarang berteman dengan non-Muslim?
Sekilas ayat-ayat ini, dan tanpa membaca keseluruhan Al-Quran, seseorang mungkin akan kesulitan menemukan keselarasan dalam menerima keberagaman. Jadi, bagaimana kita memahami tema-tema yang tampaknya bertentangan ini?
Allah SWT. mengatakan dalam Al-Qur’an:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jangan jadikan orang Yahudi atau Nasrani sebagai wali—mereka adalah wali satu sama lain. Siapa pun yang melakukannya akan dihitung sebagai salah satu dari mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Surat -Al-Ma’idah, 5:51)
Dan ayatnya:
“Orang-orang yang beriman tidak boleh menjadikan orang-orang kafir sebagai sekutu dan bukannya orang-orang yang beriman—dan siapa pun yang melakukan hal itu tidak akan punya harapan apa pun dari Allah—kecuali hal itu merupakan tindakan pencegahan terhadap kezaliman mereka. Dan Allah memperingatkan kamu tentang diri-Nya. Dan kepada Allah lah tempat kembalinya yang terakhir.” (Surat Ali-‘Imran, 3:28)
Para ulama tafsir kita seperti Imam Thaha Ibnu Asyur menjelaskan bahwa ayat-ayat seperti ini tidak bersifat mutlak melainkan kondisional. Dalam hal ini, ayat ini diturunkan pada masa konflik militer yang tidak bersahabat.
Ketika ayat Surat Al-Ma’idah melarang orang beriman menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai sekutu atau wali, sebenarnya ayat tersebut diturunkan pada masa yang tidak bersahabat ketika kedua kelompok tersebut bersekongkol untuk menganiaya umat Islam. Faktanya, hal ini dapat diterapkan pada kelompok lain yang berencana melakukan hal yang sama.
Oleh karena itu, ayat-ayat yang terkesan bermusuhan tidak dimaksudkan untuk disebut sebagai aturan umum. Ada beberapa hadits yang mencatat interaksi damai Nabi kita tercinta Muhammad s.a.w dengan pemeluk agama lain dalam kondisi yang tidak bermusuhan.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq[5] dalam Sirahnya[6], Ketika Nabi Muhammad s.a.w. merancang konstitusi Madinah, ia menetapkan mereka yang merupakan sesama ‘warga negara’ Madinah (sebelumnya Yatsrib) sambil memasukkan orang-orang Yahudi setempat dengan menyatakan:[7]
“Orang-orang Yahudi Banu ‘Awf adalah komunitas yang berdampingan/bersama dengan orang-orang yang beriman. Orang-orang Yahudi mempunyai agamanya sendiri dan bagi orang-orang Islam agamanya sendiri; untuk dirinya sendiri dan rumah tangganya.”
Dalam konstitusi ini, kita dapat melihat bagaimana Nabi Muhammad s.a.w. tidak mengambil sikap antagonisme terhadap orang-orang Yahudi tetapi memasukkan mereka ke dalam Komunitas Madinah.
Posisi damai dalam hidup berdampingan ini penting untuk disoroti karena hal ini dapat dilihat dalam banyak contoh sejarah Muslim. Sayangnya, hal ini sering diabaikan oleh banyak orang.
Al-Qur’an menyoroti dasar hubungan kita dengan orang lain dalam kondisi tidak bermusuhan sebagai berikut:
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi dan tidak mengusir kamu dari rumahmu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Surah Al-Mumtahanah, 60:8)
Keadilan dan kebaikan adalah dua nilai terpenting dalam hubungan kita dengan orang lain dalam kondisi umum dan tidak bermusuhan.
Kesalahpahaman 3: Umat Islam Tidak Boleh Ikut serta dalam Festival/Perayaan Non-Muslim
Bergabung dalam pertemuan dengan anggota keluarga, kolega, tetangga, atau teman non-Muslim adalah hal yang terpuji, karena ini adalah bagian dari membina hubungan baik dengan orang lain. Hal ini sangat penting dalam masyarakat multireligius dan plural seperti Singapura.
Kami tidak hidup secara eksklusif di antara komunitas Muslim. Sebaliknya, kita hidup berdampingan dengan masyarakat Singapura yang lebih luas. Al-Qur’an memberi tahu kita untuk membangun dan menjaga hubungan baik dengan tetangga kita. Allah SWT. mengatakan dalam Al-Qur’an:Perlindungan Lingkungan dan Keamanan Perlindungan Lingkungan dan Perlindungan Lingkungan ِ
“Sembahlah Allah (saja) dan jangan mempersekutukan-Nya. Dan berbuat baiklah kepada orang tua, sanak saudara, anak yatim, fakir miskin, tetangga dekat dan jauh, sahabat karib, musafir (yang membutuhkan), dan orang-orang (orang yang terikat) yang ada padamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong dan sombong” (Surat An-Nisa, 4:36)
Dalam ayat ini disebutkan tetangga yang ‘dekat’ dan ‘jauh’. Imam Al-Qurtubi mengutip pandangan ulama lainnya, dan berkomentar bahwa tetangga ‘jauh’ di sini merujuk pada orang Yahudi dan Kristen.
Selanjutnya beliau merangkum bahwa perintah berbuat baik terhadap tetangga mencakup baik tetangga yang beragama Islam maupun non-Muslim pada umumnya. Hal ini mencakup menjunjung tinggi dan melindungi hak-hak tetangga dan menjaga hubungan baik dengan mereka.
Oleh karena itu, penting untuk menghadiri acara-acara penting, terutama ketika mereka mengundang kita, seperti upacara pernikahan atau pemakaman di gereja. Pertukaran ini bisa sangat berarti bagi orang lain.
Karena hati nurani dan tujuan kunjungan kami sudah jelas, pastikan bahwa kami tidak berpartisipasi dalam ritual keagamaan mereka atau tindakan lain yang dilarang dalam Islam, seperti mengonsumsi minuman beralkohol dan makanan non-Halal.
Kesimpulan
Hidup dalam masyarakat multikultural dan multiagama seperti Singapura, marilah kita terus menjunjung tinggi dan memajukan nilai-nilai prinsip saling menghormati, keadilan, dan kebaikan saat kita hidup bersama dengan sesama warga Singapura.
Islam mengajarkan kita untuk menghargai prinsip-prinsip ini seperti yang telah kita lihat di atas. Terlibat dalam keberagaman secara positif dapat memungkinkan kita mengembangkan diri baik secara individu maupun sebagai komunitas.
Pada akhirnya, kita mencari keridhaan Allah untuk menjadi Muslim yang baik dan menumbuhkan ketakwaan. Dan Allah mengetahui yang terbaik.
Recent Posts
- Enchanting Valley: Destinasi Baru di Puncak Untuk Dikunjungi
- Andaz Mayakoba Resort Riviera Maya to rebrand as Alila Mayakoba
- Sapta Nirwandar: IslamiCruise Malaysia-Saudi Populerkan Halal Tourism dan Targetkan 6.000 wisatawan.
- The Secret to Hotel Efficiency: How to Lighten the Load and Delight Guests
- Sejumlah Klub Bersaing Ketat Rebut Tiket Babak 6 Besar PNM Liga Nusantara
Recent Comments