Jejak Kecelakaan Mahasiswa UI dan Cianjur, Polisi Jadi Sorotan Publik



Jakarta, CNN Indonesia

Insiden dua kecelakaan lalu lintas yang menewaskan dua orang mahasiswa/i dari kampus berbeda menjadi perbincangan publik dalam beberapa waktu terakhir.

Polemik terjadi ketika anggota dan pensiunan Polri yang diduga menjadi pelaku justru lolos dari proses hukum.

Adapun dua mahasiswa tewas dimaksud yakni mahasiswa Universitas Indonesia (UI) berinisial HAS dan mahasiswi Universitas Suryakancana (Unsur) bernama Selvi Amalia Nuraeni.

Kasus HAS Mahasiswa UI

Sorotan tajam publik diarahkan kepada polisi lantaran menetapkan HAS yang sudah meninggal sebagai tersangka, meskipun pada akhirnya penyidikan dihentikan. Insiden ini diduga melibatkan purnawirawan Polri yakni AKBP Eko Setio Budi Wahono. HAS dinilai lalai oleh pihak kepolisian.

“Kenapa dijadikan tersangka ini, dia kan yang menyebabkan, karena kelalaiannya jadi dia meninggal dunia,” ujar Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman.

Peristiwa kecelakaan yang menewaskan HAS terjadi di Jalan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada 6 Oktober 2022 sekitar pukul 01.30 WIB. Latif menuturkan kecelakaan terjadi saat cuaca dalam kondisi hujan dan jalan licin.

HAS disebut mengendarai sepeda motor dengan kecepatan 60 km/jam. Hal ini berdasarkan keterangan saksi yang merupakan teman HAS.

“Jadi, temannya dia sendiri menerangkan bahwa pada saat itu tiba-tiba ada kendaraan di depannya (korban) mau belok ke kanan sehingga si korban melakukan pengereman mendadak,” tutur Latif.

Kendaraan HAS pun tergelincir akibat mengerem mendadak hingga berpindah ke lajur jalan yang berlawanan arah.

Di saat yang sama, AKBP Eko tengah mengendarai mobil di lajur tersebut. Saat itu, Eko disebut melaju dengan kecepatan 30 km/jam.

“Nah, Pak Eko dalam waktu ini sudah tidak bisa menghindari karena sudah dekat. Jadi, memang bukan terbentur dengan kendaraan Pajero, tapi jatuh ke kanan diterima oleh Pajero, sehingga terjadilah kecelakaan,” ungkap Latif.

Mediasi polisi dengan orang tua korban

Ibu HAS, Dwi Syafiera Putri, mengungkapkan pernah menjalani mediasi yang digelar pihak kepolisian terkait kasus kecelakaan anaknya.

“Sudah ada beberapa kali mediasi, salah satunya mediasi yang diprakarsai oleh pihak kepolisian. Kami dipertemukan, maksudnya polisi dipertemukannya kami dengan pihak pelaku di Subdit Gakkum Pancoran,” kata Ira, sapaan akrabnya.

Ira didampingi kuasa hukum keluarga HAS, Gita Paulina bersama lima orang lainnya saat itu. Namun, Ira mengatakan polisi memisahkannya dengan pihak kuasa hukum. Menurut dia, polisi sempat meminta damai dengan dalih posisi HAS lemah.

“Ada beberapa petinggi polisi, mohon maaf saya harus menyebutkan itu, meminta kami untuk berdamai. ‘Udah Bu damai saja, karena posisi anak ibu sangat lemah’. Saya bilang kenapa? Saya bilang itu posisi anak saya meninggal dunia, kenapa jadi yang lemah, gimana dengan si pelaku yang nabrak ini?” ucap Ira.

Tuai Polemik

Anggota Komisi III yang membidangi hukum, Arsul Sani, mengkritik kepolisian karena menersangkakan orang yang telah meninggal dunia. Arsul menganggap polisi salah memaknai Pasal 77 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal itu berbunyi: “Kewenangan menuntut pidana hapus jika tertuduh meninggal dunia.”

“Apa tidak keliru secara hukum PMJ @TMCPoldaMetro tetapkan korban Hasya jadi tersangka lalu dihentikan penyidikannya? Saya tidak yakin ini cara yang benar memaknai Pasal 77 KUHP,” cuit Arsul lewat akun Twitter @arsul_sani.

Arsul turut mencolek Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Menko Polhukam Mahfud MD, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej, serta sejumlah pakar hukum pidana lain.

Senada, Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menganggap penetapan tersangka oleh polisi terhadap HAS adalah hal yang keliru. Dia meminta polisi membuka proses penanganan kasus tersebut ke publik.

“Harus dibuka ke publik prosesnya, penetapan tersangka ini keliru, hal lain kalau fakta tidak menolong orang sekarat ada, maka ada pidana lain yang mungkin terjadi. Ini akibat penyidikan dianggap selalu harus ada penetapan tersangka,” kata Erasmus.



Kasus Selvi Mahasiswi Unsur

BACA HALAMAN BERIKUTNYA





Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »