Jejak Kasus Buron KPK Harun Masiku yang Jadi Sorotan Hasto PDIP



Jakarta, CNN Indonesia

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyebut Harun Masiku sebagai korban. Menurut Hasto, Harun yang merupakan mantan caleg PDIP itu terpaksa memberi suap karena ditekan oleh oknum KPU.

Dalam kasus korupsi penetapan pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR 2019-2024, KPK memproses hukum Anggota KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

“Harun Masiku ini kan sebenarnya dia korban karena dia punya hak konstitusional saat itu berdasarkan keputusan MA [Mahkamah Agung],” kata Hasto dalam wawancara dengan salah satu stasiun televisi swasta dikutip Minggu (17/3).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Ada calon terpilih yang saat itu meninggal. Nah, dalam proses ini, kemudian ada tekanan dari oknum-oknum KPU yang meminta adanya suatu imbalan. Maka dia tergoda,” imbuhnya.

Terlepas dari itu, Hasto menuding kasus Harun juga digunakan oleh pihak tertentu untuk menyerang dirinya.

“Sebenarnya kasus itu memang, quote and quote, suatu proses untuk mengaitkan dengan saya. Padahal, sudah ada tiga (orang) yang menjalani hukuman pidana karena terkait dengan suap tersebut,” kata Hasto.

KPK membantah ucapan Hasto tersebut. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan tidak ada fakta hukum yang menyimpulkan Harun adalah korban.

“Tidak benar. Sejauh ini tidak ada fakta hukum soal hal tersebut baik hasil penyidikan KPK maupun pertimbangan putusan majelis hakim,” ujar Ali saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Senin (18/3).

Lantas, seperti apa proses hukum yang menyeret Harun di KPK?

Penanganan kasus dugaan korupsi Harun di KPK sudah memasuki usia empat tahun lebih. Pada Rabu, 8 Januari 2020, tim penindakan KPK menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) dengan menangkap Wahyu Setiawan dan tujuh pihak lainnya. OTT tersebut merupakan yang kedua di era kepemimpinan KPK jilid V.

Dari kegiatan tersebut, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka.

Selaku penerima suap adalah Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina yang juga orang kepercayaannya. Kemudian sebagai pemberi suap adalah Harun Masiku dan Saeful Bahri.

Wahyu menerima suap terkait penetapan anggota DPR terpilih 2024 dari fraksi PDIP. Caleg PDIP terpilih dalam Pemilu 2019, Nazarudin Kiemas, meninggal sehingga harus dicari penggantinya di kursi legislatif.

Pada awal Juli 2019, salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan seseorang bernama Donny Istiqomah mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. Pengajuan gugatan materi ini terkait dengan meninggalnya Caleg Terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019.

Gugatan tersebut kemudian dikabulkan Mahkamah Agung pada 19 Juli 2019. Pada putusannya, MA menetapkan partai adalah penentu suara dan PAW.

PDIP lalu mengirim surat ke KPU guna menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang sudah wafat.

Akan tetapi, lewat Rapat Pleno 31 Agustus 2019, KPU justru menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti mendiang Nazarudin Kiemas.

Untuk mendorong Harun sebagai PAW, Saeful Bahri menghubungi orang kepercayaannya yang juga mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina guna melakukan lobi. Agustiani pun menjalin komunikasi dengan Wahyu. Wahyu menyanggupi membantu, dan meminta dana operasional Rp900 juta. Pemberian uang dilakukan dua kali.

Pemberian uang tersebut terjadi pada pertengahan dan akhir Desember 2019. Pada pemberian pertama, salah satu sumber dana memberikan Rp400 juta untuk Wahyu melalui Agustiani, Donny, dan Saeful. Kemudian Wahyu menerima uang lagi dari Agustiani sebesar Rp200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Lalu, pada akhir Desember 2019, Harun memberikan uang kepada Saeful sebesar Rp850 juta lewat salah seorang staf di DPP PDIP. Saeful memberikan uang Rp150 juta kepada Donny. Kemudian, sisanya Rp700 juta yang masih di Saeful dibagi menjadi Rp450 juta pada Agustiani, di mana Rp250 juta untuk operasional.

Dari Rp450 juta yang diterima Agustiani, sejumlah Rp400 juta merupakan uang yang ditujukan untuk Wahyu. Uang tersebut dalam bentuk dolar Singapura.

Pada 7 Januari 2020, Rapat Pleno KPU menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW, dan tetap pada keputusan awal. Wahyu lantas menghubungi Donny dengan menyampaikan telah menerima uang dan akan mengupayakan Harun menjadi PAW.

Selanjutnya, pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta sebagian uangnya di Agustiani. Pada saat itulah, tim KPK melakukan OTT.






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »