FIB UI Gelar Seminar dan Pameran Foto Keberagaman dan Toleransi Masyarakat Singkawang


Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia bekerja sama dengan Ikatan Alumni  Sejarah UI dan Yayasan Singkawang Luhur Abadi, serta Yayasan riset visual mataWaktu menyelenggarakan Seminar dan Pameran Foto dengan tema “Toleransi dan Keberagaman Dalam Rangka Hari Kebangkitan Nasional: Becermin dari Sejarah dan Kebudayaan Singkawang”  di Auditorium Gedung 4, FIB Universitas Indonesia, Depok, Rabu (25/5).

Seminar dibuka oleh Dekan FIB Universitas Indonesia, Dr. Bondan Kanumoyoso, M.Hum. dan dimoderatori Irwan Firdaus (Iluni Sejarah) menghadirkan pembicara Dirjen Kebudayaan/Sejarawan Hilmar Farid, Ph.D, Penulis Buku Pergolakan Kalimantan Barat Lin Shi Fang, Penulis Buku Memoar Orang-Orang Singkawang Bina Bektiati, dan Pengajar Sejarah Universitas Sanata Dharma Dr. Yerry Wirawan.

“Saya sangat senang dengan terselenggaranya seminar tentang toleransi dan keberagaman ini, karena kita adalah benteng yang harus mempertahankan sikap toleran dan perayaan atas keberagaman. Seminar ini adalah kegiatan luring pertama yang kami selenggarakan di kampus FIB UI. Kami menyambut baik kerja sama dengan kawan-kawan Iluni Sejarah UI, yayasan riset visual mataWaktu, dan Yayasan Singkawang Luhur Abadi,” kata Dr. Bondan Kanumoyoso, Dekan FIB UI.

Bersama dengan seminar, dilaksanakan Pameran Foto “Memoar Orang-Orang Singkawang”, terbuka untuk umum dan tidak dipungut biaya, pada tanggal 25 Mei-8 Juni 2022, pukul 09.00-15.00 WIB, berlokasi di tempat yang sama.

Seminar ini kelanjutan penerbitan buku “Memoar Orang-Orang Singkawang” yang diterbitkan pada 15 Februari 2022 , bertepatan perayaan Cap Go Meh 2022, oleh Penerbit Yayasan Singkawang Luhur Abadi bekerja sama dengan Yayasan Riset Visual mataWaktu. Buku yang terdiri atas lima bab ini merupakan karya Bina Bektiati (naskah), John Suryaatmadja & Sjaiful Boen (foto). Dalam buku ini dilengkapi dengan 308 foto, 102 foto arsip, 41 dokumen dan 17 ilustrasi/peta.

Buku ini ditulis berdasarkan rangkaian wawancara pada tahun 2010-2011, dan didukung foto pendukung lainnya karya Enrico Soekarno, Jay Subyakto, Julian Sihombing, Sigi Wimala, Yori Antar, Oscar Motuloh, Octa Christi, Andreas Loka, Victor Fidelis, Khaw Technography.

Singkawang hingga saat ini dikenal lekat dengan identitas budaya Cina. Kota seluas 504 km persegi itu merupakan salah satu pecinan di Indonesia. Kota itu didominasi penduduk keturunan Tionghoa sekitar 40%, selanjutnya etnik Melayu Singkawang (Sambas) sebanyak 30%, Dayak 10%, Jawa 10%, Madura 5%, dan pendatang lainnya. Kota berpenduduk sebanyak 239.260 jiwa ini memang menjadi salah satu kota di Indonesia yang penduduknya multietnik dan agama.

Namun menariknya, Kota Seribu Kelenteng ini mendapatkan penghargaan sebagai kota paling toleran se-Indonesia di tahun 2021. Padahal, untuk menjadi kota yang memiliki toleransi tinggi di tengah keberagaman etnik dan agama, bukan perkara mudah. Bahkan di masa lalu, kota ini digempur dengan beragam masalah diskriminasi identitas politik etnik. Maka itu, rekaman dalam perubahan politik identitas itulah menjadi penting, dan buku Memoar Orang-Orang Singkawang pun hadir untuk menyajikan hal tersebut.

Kurator Pameran Foto dan Buku “Memoar Orang-orang Singkawang”, Oscar Motuloh mengatakan bahwa penerbitan buku ini merupakan persembahan bagi segenap penyintas kekerasan dan tindak diskriminasi. Pula sebagai penghormatan bagi mereka yang telah gugur akibat angkara politik dan ambisi kekuasaan. Seraya melandaskan kisah mereka sebagai monumen ingatan bagi masa depan peradaban kemanusiaan kita.

“Zaman berganti. Namun eksistensi bilah tragedi dan kisi-kisi traumatis itu tak boleh lagi berulang di masa datang. Demi itu, Yayasan Singkawang Luhur Abadi bekerja sama dengan Yayasan Riset Visual mataWaktu, mengupayakan perluasan materi riset agar publikasi katalog ‘Memoar Orang-orang Singkawang’ yang terdahulu, memperoleh kepaduan latar belakang sehingga layak untuk diterbitkan kembali sebagai sebentuk buku yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Untuk peradaban yang lebih mulia,” kata Oscar.

Ketua Yayasan Singkawang Luhur Abadi, Lio Kurniawan berharap buku yang mengandung banyak dimensi sejarah kota dan masyarakat Singkawang yang belum terkuak selama ini, kiranya dapat menjadi sumbangsih yang bermanfaat bagi generasi muda Kota Singkawang pada khususnya dan generasi muda Indonesia pada umumnya. (M-4)






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »