Dilema Impor 2 Juta Ton Beras: Jelang Panen, Bulog Tak Sanggup Beli Gabah Petani


Pekerja melakukan bongkar muat beras impor dari Vietnam di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/12). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Pemerintah berencana untuk impor 2 juta ton beras tahun ini. Dari jumlah itu, 500 ribu ton akan didatangkan dalam waktu dekat untuk memenuhi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) Perum Bulog.

Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), menilai keran impor ini dibuka saat kondisi beras dalam negeri sedang tidak dalam kondisi langka. Pasalnya saat ini Indonesia tengah memasuki musim panen raya.

Situasi sekarang tidak langka sebenarnya. Karena sedang panen besar, kalau kita datang ke pasar itu tidak langka,” kata Ketua Umum Perpadi, Sutarto Alimoeso kepada kumparan, Rabu (29/3).

Dalam prognosa neraca beras nasional Januari-Desember 2023, data per 23 Februari 2023 menunjukkan, produksi beras Indonesia pada Januari secara perkiraan neraca kumulatif (ditambah stok akhir Desember 2022) surplus 3,24 juta ton. Lalu pada Februari diperkirakan surplus 4,2 juta ton, dan Maret bahkan diperkirakan bisa surplus 7,5 juta ton.

Masalah Bulog Sulit Serap Beras Domestik

Sutarto mengatakan, persoalan Bulog tidak bisa menyerap adalah karena harga. Harga gabah kering (GKP) panen saat ini mencapai Rp 5.700-6.000 per kg. Sedangkan Bulog menyerap (GKP) dengan harga Rp 5.000 per kg di tingkat petani, dan Rp 5.100 per kg di tingkat penggilingan.

“Persoalannya sekarang, harganya yang relatif mahal. Karena kalau dilihat di penggilingan, itu harga mahal karena harga gabahnya yang mahal. Jadi harga gabah cukup tinggi, padahal rencana pemerintah harga yang bisa ditoleransi di tingkat petani Rp 5.000,” ujarnya.

Pekerja memanggul karung berisi beras saat proses pembongkaran di gudang Perum Bulog Meulaboh, Aceh Barat, Aceh. Foto: Syifa Yulinnas/ANTARA FOTO

Hal yang sama juga dikatakan Pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori. Menurutnya, kesulitan Bulog itu salah satunya dipengaruhi faktor persaingan harga. Pembelian gabah kering panen (GKP) oleh Bulog di tingkat petani sebesar Rp 5.000 per kg, sementara harga pasar di atas harga tersebut.

“Kalau harga tinggi Bulog tidak bisa melakukan penyerapan sementara cadangan beras itu terus keluar untuk operasi pasar, bansos juga. Kan terus terkuras habis. Itu dilemanya,” kata Khudori.

Impor Bisa Dihindari Kalau Tak Ada Penugasan Bansos

Sampai 28 Maret 2023, stok CBP Bulog hanya 230 ribu ton. Sementara, Bulog mendapat tugas untuk menyalurkan bansos beras sebanyak 220 ribu ton setiap bulan dari Maret-Mei nanti.

Khudori mengatakan, kalau tidak ada penugasan bansos itu, Indonesia tidak perlu impor beras.

“Sebenarnya kalau tidak ada penugasan bansos yang selama tiga bulan masing-masing 210-an ribu ton, dengan total 630-640 ribu ton, enggak perlu impor kita. Enggak perlu impor,” kata Khudori

Penugasan bansos beras oleh Bulog ini menyasar 21,6 juta masyarakat dengan besaran bantuan masing-masing 10 kg beras dan akan diberikan selama 3 bulan. Khudori mempertanyakan keputusan pemberian bansos beras tersebut.

“Saya enggak tahu, penugasan ini kapan diberikan, sepertinya mendadak. Tapi ini kan keputusan politik. Konsekuensinya, ya, salah satunya impor. Saya enggak tahu motif dari pemberian bansos ini,” jelas dia.

RI Butuh Stok 7,5 Juta Ton Biar Tidak Impor

Khudori menghitung setidaknya setiap akhir tahun Indonesia harus memiliki ketersediaan beras hingga 7,5 juta ton. Hal itu yang harus dipenuhi agar Indonesia tidak impor beras lagi.

Tercatat, dua tahun berturut-turut Bulog mendapat penugasan impor beras. Akhir tahun lalu sebesar 500 ribu ton, dan tahun ini 2 juta ton.

Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Dirut Bulog, Budi Waseso, meninjau beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Rabu (18/3). Foto: Dok. Biro Pers Media dan Informasi Sekretariat Presiden

“Idealnya, stok beras yang ada di masyarakat, baik di produsen, di konsumen, di penggilingan, pedagang, termasuk Bulog, setidaknya mencukupi 3 bulan. Kebutuhan tiap bulan kita kira-kira 2,5 juta ton. Jadi idealnya posisi di akhir Desember itu stok yang ada di masyarakat 7,5 juta ton,” kata Khudori.

Khudori menjelaskan, panen padi di Indonesia tidak dilakukan sepanjang tahun. Ada bulan-bulan tertentu, khususnya akhir tahun hingga awal tahun yang menjadi waktu kritis musim paceklik. Sebelum masuk musim panen pada Maret, cadangan beras itu sangat dibutuhkan pada periode Januari-Februari.

“Mengacu survei BPS, Badan Pangan Nasional per 31 Desember 2022, itu jumlah stok beras yang di masyarakat itu cuma 4 juta ton. Kalau mengacu 7,5 juta ton itu, artinya kita masih ada defisit,” jelasnya.

Sementara Sutarto Alimoeso menilai, persoalan produksi beras yang turun di Tanah Air sangat kompleks.

“Tapi utamanya itu masalah konversi lahan. Ini belum bisa dikendalikan dengan baik. Konversi lahan itu terjadi,” kata Sutarto.

Masalah kedua kenapa produksi beras Indonesia kurang optimal, adalah masalah teknis seperti ketersediaan benih hingga pupuk. Terakhir, adalah jumlah petani di Indonesia yang minim regenerasi.



Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »