Demokrasi Indonesia di Ujung Tanduk, Peran Masyarakat Sipil Perlu Diperkuat
PENGAMAT Hukum Universitas Indonesia (UI) Hadi Rahmat Purnama mengatakan masyarakat sipil perlu memperkuat posisi dalam menyuarakan kritik terhadap pemerintah untuk menyelamatkan demokrasi di Indonesia. Masyarakat perlu belajar dari Pemilu 2024 yang dinilai membuat demokrasi di Indonesia berada di titik nadir.
Hal itu disampaikan dalam sebuah diskusi daring dengan tema Masa Depan Demokrasi Indonesia di Masa Kepemimpinan Baru,
Minggu (21/4). Hadi menjelaskan demokrasi di Indonesia mengalami banyak tantangan di dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo. Untuk itu, butuh kekuatan masyarakat sipil yang harus terus mengawal demokrasi di pemerintahan selanjutnya agar tidak semakin buruk.
Baca juga : Terjadi Penggelembungan Suara di 16 Provinsi 83 Kabupaten/Kota se-Indonesia
“Kita dihadapkan dengan kondisi terakhir saat ini bagaimana persoalan demokrasi kita. Masyarakat sipil perlu memperkuat posisinya dalam demokrasi saat ini,” kata Hadi.
Dia mencontohkan terkait produk hukum yang lahir beberapa waktu terakhir justru hanya mementingkan kelompok tertentu. Sikap politik yang sebaiknya dilakukan masyarakat adalah memastikan akuntabilitas proses dan program pemerintahan terhadap presiden dan wakil presiden terpilih.
“Harus ada target yang mengarahkan gerakan ini, gerakan dari masyarakat sipil untuk memperkuat demokrasi ke depan. Jangan sampai kita tergelincir terlalu jauh,” jelasnya.
Baca juga : Sidang Pendapat Rakyat: Pemilu 2024 adalah Pemilu Paling Berbahaya dan Mengancam Masa Depan NKRI
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pembina Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati menjelaskan, selesainya proses pemilu 2024 harus jadi momentum evaluasi menyeluruh baik dari sistem penyelenggaraan, aktor penyelenggara, tata kelola dan penegakan hukum. Dia menyampaikan, Pemilu 2024 masih banyak kekurangan, bahkan dari sisi prosedural.
“Kita sudah berkali-kali menyelenggarakan pemuli setelah refirmasi, tapi justru kita masih harus memperbaiki proseduralnya. Lalu Di Undang-Undang (UU) Pemilu banyak sekali pasal pidananya, tapi pertanyaannya efektif atau tidak, beri efek jera atau tidak,” jelansya.
Untuk itu, pemangku kepentingan baik pemerintah dan DPR harus segera memperbaiki regulasi baik itu soal UU Pemilu dan UU Partai Politik.
“Sekarang saya rasa banyak yang kecewa, marah ingin segera reform. Dan ini saatnya melakukan reformasi baik terhadap UU Pemilu ataupun UU Partai Politik, karan ini akan menentukan arah demokrasi ke depan,” jelasnya. (Z-8)
Recent Posts
- Cathay to resume pre-Covid capacity as Hong Kong airport expands
- Kejaksaan Bantah Kriminalisasi Tom Lembong, Tantang Adu Kuat Bukti
- Canary Technologies Named to the 2024 Deloitte Technology Fast 500™
- Microsoft ‘deploying fix’ after users report problems with Outlook and Teams | Science, Climate & Tech News
- Huw Merriman urges Aito members not to ‘give up on government’
Recent Comments