Bantah Monopoli Pulau Rinca, Bos Plataran Beberkan Posisi PT SKL di Taman Nasional Komodo


TEMPO.CO, Jakarta – CEO Plataran Indonesia, Yozua Makes, menanggapi tudingan monopoli anak perusahaannya, PT Segara Komodo Lestari (PT SKL), di Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur. Meski menjadi satu-satunya perusahaan swasta yang memiliki Izin Usaha Pengusahaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA) di pulau wisata tersebut, ia mengklaim SKL hanya menguasai 0,01 persen dari keseluruhan luas pulau. 

“Ini bukan monopoli karena dilakukan oleh proses yang legal. Karena kalau banyak malah jadi bahaya kan, karena tidak bisa dikontrol,” ucapnya saat ditemui Tempo di kantor Plataran Indonesia, Jakarta Selatan, pada Jumat, 5 Agustus 2022. 

PT SKL sebelumnya ditengarai memegang peran besar dalam pembangunan kawasan strategis pariwisata nasional Taman Nasional Komodo yang digadang-gadang menjadi destinasi super premium. Selain SKL, korporasi yang mengantongi konsesi di zona pemanfaatan tersebut adalah PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE). 

SKL, kata Yozua, hanya salah satu entitas yang ditunjuk oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengembangkan kawasan di kawasan taman nasional di Manggarai Barat tersebut. Ia menuturkan pembangunan yang direncanakan SKL berada di zona pemanfaatan.  Adapun di Taman Nasional Komodo terdapat zonasi yang terbagi atas tiga zona, yaitu zona alam, zona rimba, dan zona pemanfaatan. Zona pemanfaatan merupakan area yang diperbolehkan oleh KLHK untuk dikembangkan. 

Yozua berujar, dari 500 hektare luas zona pemanfaatan, SKL mengantongi izin konsesi lahan sebesar 22,1 hektare atau 4,6 persen. Kemudian, ia mengklaim pembangunan yang dikembangkan hanya 10 persen atau 2,1 hektare. Dengan luas Pulau Rinca hampir 20 ribu hektare, menurut pendiri Plataran itu, pembangunan yang dilakukan perusahaan hanya sebesar 0,01 persen dari seluruh wilayah pulau. 

Dia lantas menjelaskan asal-usul SKL memegang konsesi itu. Pada mulanya, SKL mengajukan izin konsesi lahan kepada KLHK pada 2012. Ia mengaku bukan hanya berkoordinasi dengan KLHK, tetapi juga Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Akhirnya, kata dia, BKPM yang memutuskan semuanya hingga izin konsesi terbit pada 17 Desember 2015 dengan luas total area 22,1 hektare. 

“Ini sudah melalui interdepartment. Jadi ini very strong,” kata dia. Proses perizinan itu meliputi perolehan uji prinsip, pengesahan Rencana Pengusahaan Pariwisata Alam (RPPA), pengesahan desain fisik, dan desain tata letak atau site plan. Termasuk juga pengesahan kajian lingkungan berupa upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL). 

Ia mengaku kajian yang dilakukan bukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) lantaran lahan yang dikelola kecil. Ia pun membantah memiliki izin konsesi di wilayah lainnya, seperti Pulau Komodo dan Pulau Padar. “Tak ada, tak berhubungan, dan tak berencana juga memperluas ke sana,” ujarnya.

Selanjutnya, SKL baru bergabung dengan Grup Plataran….





Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »