Asa Suku Tehit Demi Status Hutan Adat di Sorong Selatan


Sorong Selatan, CNN Indonesia

Cuaca cerah dan senyum merekah warga menyambut CNNIndonesia.com saat berkunjung ke Kampung Bariat, Distrik Konda, Kabupaten Sorong SelatanPapua Barat Daya pada akhir Juli lalu.

Hutan yang rindang, semilir angin, serta senyum anak-anak bersama orang tuanya, membungkus suasana dengan sempurna. Suara dari berbagai jenis pepohonan ditiup angin semakin melengkapi siang hari itu.

Kampung Bariat adalah tempat bermukim subsuku Afsya yang merupakan turunan dari Suku Tehit. Dikelilingi hutan dan hutan gambut yang kaya dengan sumber daya alam.

Secara administratif, Kampung Bariat berada di Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat Daya.

Ruang hidup masyarakat Kampung Bariat berada di tengah hutan. Ada akses jalan dari Sorong Selatan yang bisa ditempuh dengan mobil selama kurang lebih 90 menit. Listrik pun sudah menjangkau wilayah ini.


Warga Suku Tehit di Kampung Bariat, Sorong Selatan, Papua Barat Daya membuat kerajinan Warga subsuku Afsyia membuat kerajinan berupa tas dan tikar dari dedaunan yang diperoleh dari hutan di sekeliling tempat tinggal (CNN Indonesia/ Bimo Wiwoho)

Meski begitu, pola hidup masyarakat setempat masih cenderung tradisional. Mayoritas kegiatan warga adalah berburu makanan di hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Kepala Kampung Bariat Adrianus Kemeray mengatakan hutan di wilayahnya sangat kaya dengan sumber daya alam. Terutama sagu yang menjadi makanan pokok mereka.

Ada pula buah-buahan, sayuran selain sagu yang mereka ambil untuk dikonsumsi sehari-hari. Terkadang, mereka menjualnya untuk mendapat uang. Termasuk kayu besi.

“Ada pohon yang tumbuh sendiri di sini seperti cempedak, langsat, itu tumbuh sendiri,” kata Adrianus pada akhir Juli lalu di Kampung Bariat.

Kampung Bariat tidak berbatasan dengan laut sehingga hutan yang menjadi sumber kehidupan mereka. Hewan buruan termasuk yang mereka manfaatkan dari hutan.

Namun tidak semua hewan bisa mereka makan. Ada larangan yang mereka hormati sejak dulu yakni tidak mengonsumsi biawak dan ular. Semacam aturan tidak tertulis warga adat setempat yang turun temurun.


Dua wanita dari Suku Afsya turut serta saat melakukan pemetaan partisipatif di Kampung Bariat, Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, 21 Oktober 2022. (Dok.Konservasi Indonesia)Dua wanita dari Suku Afsya turut serta saat melakukan pemetaan partisipatif di Kampung Bariat, Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, 21 Oktober 2022. (Dok.Konservasi Indonesia)

Tak Ingin Hutan Rusak

Masyarakat Kampung Bariat, yang mengandalkan hasil hutan sehari-hari, ingin wilayah tempat hidup mereka ditetapkan menjadi hutan adat oleh pemerintah pusat.

Tujuannya, agar hak-hak masyarakat adat diakui secara hukum, sehingga tidak ada kepentingan bisnis yang bisa merusak hutan tempat hidup mereka. Seperti contoh perkebunan sawit.

Misi yang telah dilakukan adalah pemetaan partisipatif oleh warga didampingi Konservasi Indonesia yang fokus pada pelestarian lingkungan. Pemetaan berlangsung sepanjang Oktober hingga Desember 2022 lalu.

Pemetaan partisipatif mencakup asal usul atau identitas suku setempat beserta tempat-tempat penting seperti peninggalan leluhur dan hutan sumber kehidupan.

“Kami jadi tahu silsilah kita, kami tahu nama-nama tempat. Dulu kita injak kita lewati tapi sebenarnya kami tidak tahu itu adalah tempat penting leluhur. Kita jadi lebih tahu lagi berkat konservasi Indonesia. Anak anak keturunan kita juga harus tahu semuanya,” kata Adrianus.

Pemetaan partisipatif mengenai wilayah tempat penting leluhur dan sumber kehidupan dilakukan terhadap semua subsuku. Di Kampung Bariat, pemetaan partisipatif dilakukan untuk mengingat kembali dan mencatat identitas budaya serta wilayah subsuku Afsya seluas 3,374,9 hektare.

Pemetaan ini penting pula untuk menghindari konflik antar subsuku yang berebut wilayah hidup. Setelah dipetakan bersama Konservasi Indonesia, semua subsuku menerima dan saling menghormati wilayah masing-masing.

“Kita sudah lewati tahapan. Pemetaan sudah dilalui. Sekarang bagaimana hutan ini kita kelola bersama-sama,” ucap Adrianus.


Kepala Kampung Bariat, Adrianus Kaemeray saat ditemui di Distrik Konda, Papua Barat Daya, Kamis (27/7/2023). Kepala Kampung Bariat, Adrianus Kemeray menunjukan tempat penting subsuku Afsyia hasil pemetaan partisipatif di Distrik Konda, Papua Barat Day (CNN Indonesia/ Bimo Wiwoho)

Harap Jadi Hutan Wisata

Adrianus, selaku kepala Kampung Bariat berharap hutan wilayah Suku Afsya tidak hanya diakui oleh pemerintah pusat sebagai hutan adat. Dia juga berharap ada pihak yang membantu agar hutannya dijadikan tempat wisata.

Adrianus mengatakan masyarakat setempat terbuka dan menyambut baik jika ada wisatawan yang ingin berkunjung. Oleh karena itu, hutan yang ada bisa dimanfaatkan sebagai destinasi wisata.

“Hutan kita unik-unik di sini. Kalau kita tata dia, pasti bagus. Pasti banyak orang suka datang ke sini. Pengunjung wisata begitu. Itu pikiran warga di sini,” ucap Adrianus.

Dia menjelaskan bahwa warga subsuku Afsya di Kampung Bariat tidak berbatasan dengan laut yang bisa dijadikan destinasi wisata. Hanya hutan yang berpotensi dijual kepada wisatawan dari luar.

Adrianus yakin pemetaan partisipatif yang sebelumnya dilakukan bersama Konservasi Indonesia bisa membuka jalan bagi warga setempat untuk mengembangkan wilayahnya lebih baik lagi.

“Menurut kami, mungkin ada yang bisa kita siapkan untuk bagaimana membikin hutan wisata. Hutan hias seperti begitu. Kalau kita kan di sini tidak di laut. Kalau di laut, bisa tata laut. Kalau kita di hutan, kita harus tata hutan,” ucap Adrianus.

(bmw)


[Gambas:Video CNN]






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »