JawaPos.com – Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi membeberkan plus minus terkait dua opsi relokasi Depo Pertamina di Plumpang, Koja, Jakarta Utara, yang mengalami kebakaran pada Jumat malam (3/3). Adapun pilihannya, relokasi depo Plumpang atau permukiman warga sekitar.
Dari segi biaya, menurut Fahmy memindahkan atau merelokasi warga sekitar Depo Plumpang memakan biaya yang cukup besar dibandingkan dengan memindahkan depo. Meski demikian, Fahmy tidak membeberkan detail angka dari masing-masingnya.
“Pakai logika saja, memindahkan penduduk yang cukup besar tadi harus membangunkan rumah juga untuk setiap orang, setiap keluarga. Itu pasti biayanya jauh lebih besar dibanding dengan memindah depo,” kata Fahmy Radhi saat dihubungi JawaPos.com, Minggu (5/3).
Ia menyebut jika PT Pertamina (Persero) memilih opsi merelokasi depo, maka yang diperlukan hanyalah biaya investasi yang cukup besar di awal. Namun setelah itu, kata Fahmy, Pertamina akan menikmati biaya operasional yang cenderung lebih murah daripada tetap bertahan di Plumpang.
“Kenapa? karena (Pertamina) tidak perlu membangun pipa dengan jumlah yang cukup besar. Kedua, untuk angkutannya bisa menggunakan tanker. Maka memang akan ada tambahan biaya investasi (untuk pembangunan depo), tetapi operasional costnya mesti akan lebih murah,” jelas Fahmy.
Sementara itu, jika Pertamina memilih opsi relokasi warga sekitar ke tempat yang lebih aman. Maka, perusahaan pelat merah ini membutuhkan biaya yang sangat besar.
Bahkan, diperlukan kesepakatan antara Pertamina, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan warga. Belum lagi, Fahmy memprediksi, rencana tersebut akan menimbulkan gejolak sosial. Terlebih, kata dia, sudah banyak warga yang sudah nyaman tinggal di daerah tersebut.
“Logika saya pemindahan masyarakat dalam jumlah besar itu butuh biaya besar, kemudian kedua bisa menimbulkan gejolak sosial. Jadi warga sudah merasa nyaman di daerah itu, tapi dipindah jauh misalnya, itu akan (membuat gejolak sosial),” tuturnya.
Sedangkan jika memilih relokasi depo, salah satunya ke pelabuhan di daerah Tanjung Priok, maka yang diperlukan hanyalah berembuk antar BUMN. Melihat opsi relokasi depo, Fahmy menilai langkah tersebut jauh lebih mudah, murah, dan cepat dibandingkan dengan relokasi warga sekitar.
“Kalau depo yang dipindah, itu yang memutuskan hanya Pertamina dan mungkin BUMN yang lain. Dari sisi pembiayaannya Pertamina yang akan mengeluarkan. Ini jauh lebih simpel dan jauh lebih cepat bahkan lebih murah daripada memindahkan penduduk,” jelas Fahmy.
Selain itu, kelebihan lain yang akan diperoleh Pertamina, yaitu wilayah pelabuhan memiliki ketersediaan debit air yang lebih mempermudah jika terjadi kedaruratan. Bahkan, kedaruratan imbas pipa penerimaan BBM dari kilang ke depo bisa diminimalisir karena bisa langsung dikirim menggunakan kapal tanker.
“Kalau misalkan untuk mendinginkan saja kan butuh air, nah kalau sekarang ini (di Depo Plumpang) agak sulit buffer water, sehingga begitu pipanya panas tidak ada yang mendinginkan. Maka kemudian meledak atau menyebabkan kebakaran. Di Priok, tersedia air dan bisa menggunakan tanker untuk mengangkut BBM dari kilang ke depo. Selama ini kan lebih banyak menggunakan pipa yang itu cukup riskan,” tandasnya.
Recent Comments