Suarakan Hak Perempuan lewat Medsos


KALIS Mardiasih atau yang akrab disapa Kalis merupakan seorang penulis, influencer, sekaligus aktivis muslimat. Ia mengampanyekan keragaman Indonesia dan kesetaraan gender dalam wacana Islam melalui media sosial.

Kumpulan tulisannya di medsos telah dituangkan dalam empat buku yang terjual lebih dari 20 ribu eksemplar. Keempatnya ialah Berislam seperti Kanak-Kanak (Menjadi Muslim seperti Anak Kecil), Muslimah yang Diperdebatkan (Muslimah yang Diperebutkan), Hijrah Jangan Jauh-Jauh Nanti Nyasar (Never Hijrah Too Far: Anda Mungkin Tersesat!), dan Sisterfillah, Anda tidak akan Pernah Sendiri!.

Saat ini ia tinggal di Yogyakarta bersama suaminya yang kebetulan juga seorang penulis produktif dan pengurus platform berita digital Mojok.co, yakni Agus Mulyadi.

Dalam bukunya, Kalis kerap membahas tema-tema kesetaraan gender atau merespons isu-isu yang berkaitan dengan persoalan perempuan. Menjadi bintang tamu Kick Andy yang tayang malam ini di Metro TV, Kalis mengungkapkan bahwa ia merasa sering kali persoalan-persoalan perempuan itu kalau di Indonesia masih dianggap sebagai persoalan perempuan sendiri.

“Hampir semua pesan di dalam tulisan-tulisan saya adalah memberikan kesadaran bahwa perempuan ini sebetulnya adalah korban dari sebuah sistem sehingga perempuan mengalami peminggiran, subordinasi, atau dipandang rendah, menjadi korban kekerasan. Sebetulnya, di sisi lain kalau kita mau bicara kemajuan, bicara pembangunan sebuah bangsa, kita enggak bisa bicara kemajuan atau pembangunan tanpa bicara perempuan,” tuturnya.

Memperjuangkan kesetaraan perempuan secara sosial membuat kalis kerap mendapatkan resistansi dari berbagai kalangan. Namun, ia tidak mundur dalam memanfaatkan platform media sosial yang ia miliki, seperti IG, Twitter, dan lainnya, untuk menceritakan kisah perempuan dengan lebih adil. Lewat cerita yang ia tulis, Kalis berusaha membantu perempuan mendapatkan hak untuk mendapatkan hidup yang lebih berkualitas.

“Ketika saya bilang perempuan berhak menentukan otoritas untuk tubuhnya sendiri, misalnya hak kesehatan reproduksi, perempuan selalu ditanya kapan hamil atau bahkan jumlah anak gitu sering kali ditentukan oleh suami atau masyarakat. Namun, pihak perempuan yang punya tubuh enggak pernah ditanya sebetulnya dia siap untuk hamil atau tidak,” ujarnya.

Menulis dengan gaya bahasa yang sederhana ditujukan Kalis agar bukunya bisa dibaca anak usia SMP dan SD sehingga pengetahuan mengenai kesetaraan gender bisa dimengerti anak-anak sejak dini. “Saat bicara isu kekerasan, saya bercita-cita anak SD dan SMP bisa memahami bacaan saya. Dengan menggunakan bahasa yang sederhana, saya berharap anak-anak bisa paham mengenai tentang kesetaraan gender, sudah tahu bahwa perempuan itu berhak atas akses pendidikan, politik, sosial, ekonomi, segala macam. Itu adalah cita-cita saya,” pungkasnya. (M-1)






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »