Oleh : Widha Chaidir
Bagian pertama dari dua tulisan
KOTOR, Montenegro, bisniswisata.co.id: Terbang melalui Orly, salah satu bandar udara yang melayani penerbangan dari dan ke kota Paris yang terletak 14 km di selatan kota Paris, kami tiba di Tivat, airport di Montenegro yang membuat hati rasanya ploong. Akhirnya perjalanan ke salah satu negara Balkan ini terwujud.
Bagi orangtua kita dulu mungkin nama negara ini sebelumnya yaitu Yugoslavia masih familiar di telinga. Negara kecil yang bertransformasi namanya menjadi Montenegro atau artinya Gunung Hitam letaknya di Eropa Tenggara.
Menjejakkan kaki di airport Tivat, saya sudah bersama Tina Hartono, teman semasa di SMAN 6 yang kini berdomisili di Denhaag, Belanda, 25 tahun terakhir. Tina punya waktu luang menemui saya di Perancis dan memulai petualangan ini bersama karena kami sudah sama-sama ingin berkunjung ke Montenegro dimana penduduknya juga ada yang beragama Islam.
Luas wilayahnya 13.812 km dengan jumlah penduduk pada tahun 2021 tercatat 637.738 orang. Letaknya yang berbatas dengan Bosnia dan Herzegovina di barat laut, Serbia di timur laut, Kosovo di timur, Albania, di tenggara, Kroasia di barat daya, dan Laut Adriatik di selatan dengan garis pantai sepanjang 293,5 km.
Keluar dari airport Tivat yang bangunannya sederhana mirip hangar besar saja, kami naik taksi ke Kotor selama 20 menit tapi tarifnya 20 Euro. Kota Kotor adalah kota wisata, sebuah kota pesisir di Montenegro yang terpencil dari Teluk Kotor yang menakjubkan.
Tempat tebing-tebing yang dramatis dan air yang berkilauan menciptakan latar belakang yang indah. Populasi Kotor mencapai 13.510 jiwa dan merupakan pusat administrasi dari Munisipalitas Kotor.
Pelabuhan lama Mediterania Kotor dikelilingi oleh gunung-gunung dan juga benteng-benteng yang dibangun selama periode Venesia. Maksud Periode Venesia adalah pada akhir abad ke-14 hingga akhir abad ke-18, sebagian besar Montenegro selatan diperintah oleh Republik Venesia dan dimasukkan ke dalam Albania Venesia
Nama Montenegro itu sendiri pertama kali digunakan untuk menyebut negara itu pada akhir abad ke-15, setelah jatuh di bawah kekuasaan Kesultanan Utsmaniya, Turki. Montenegro dulunya memang nama kerajaan.
Saat mendekati kota Kotor, dari atas ketinggian 375 meter di atas permukaan laut tampak teluk yang cantik dan bangunan – bangunan kuno di bibir bukit.
Sudah terbayang berjalan-jalan melalui kota tua yang bersejarah, berjalan di sela-sela rumah, cafe dan tembok kota yang terkenal, dan membenamkan diri dalam budaya dan sejarah yang kaya.
Tiga hari dua malam kami melihat obyek wisata andalan seperti St. Tryphon’s Cathedral, Our Lady of the Rocks, Benteng Kotor, berspeed boat dari satu pulau ke pulau lainnya, menikmati keindahan pantai yang begitu jernih sampai obyek wisata museum Kucing juga ada.
Kota wisata ini memang banyak dihuni oleh kucing-kucing liar maupun peliharaan yang bermanja-manja dengan turis yang datang. Keberadaan kucing-kucing itu dan tubuhnya rata-rata bersih, sebersih dan indahnya kota Kotor ini.
Tak heran kapal-kapal pesiar mewah banyak mampir ke Kotor dan bisa parkir tepat di pinggir jalan-jalan raya yang berbatas dengan pantai. Rupanya kucing dan kebersihan kota menjadi salah satu daya tarik wisata bagi wisatawan untuk berkunjung.
Ibukota Montenegro adalah Podgorica, kota terbesar yang mencakup 10,4% wilayah Montenegro seluas 13.812 kilometer persegi (5.333 sq mi), Cetinje adalah bekas ibu kota Kerajaan Montenegro ( Montenegrin : prijestonica) dan merupakan lokasi beberapa institusi nasional, termasuk kediaman resmi Presiden Montenegro.
Di hari ketiga kedatangan, kami naik bus menuju Podgorica, kota terbesar dan menjadi ibukota Montenegro. Kota ini agaknya memang tidak terlalu membutuhkan pariwisata. Justru Kotor yang menjadi kota pesisir adalah kota wisatanya, oleh karena itu turis berdatangan lebih dulu ke Kotor.
Jalan -jalan di kota Kotor yang banyak kucing
Podgorica adalah pusat administrasi, ekonomi, dan pendidikan negara. Identitasnya dibentuk oleh perpaduan pengaruh yang kaya—Illyrian, Ottoman ( Ustmaniyah), Slavia, dan yang terbaru, Eropa modern.
Perpaduan ini terlihat di mana-mana, dari Menara Jam era Ottoman hingga Jembatan Milenium modern yang membentang di atas Sungai Morača. Kota ini berdiri sebagai kota metropolitan yang ramai, dengan arsitektur kontemporer, taman yang luas, dan lingkungan budaya yang berkembang pesat.
Tampak jelas Podgorica tidak hanya bertahan; tetapi juga kota yang berkembang, merangkul masa lalunya sambil dengan berani menghadapi masa depan.
Kami berdua menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan, bukan sekedar menikmati aktivitas kota tapi di kawasan kota lama kita bisa merasakan lapisan sejarah di bawah kaki karena setiap langkah kita adalah menapaki lorong waktu.
Lokasi strategis Podgorica di pertemuan sungai Ribnica dan Morača menjadikannya daerah yang didambakan sepanjang sejarah. Temuan arkeologis menunjukkan bahwa daerah tersebut telah dihuni sejak era Illyrian, dengan pemerintahan Romawi yang memperkenalkan pembangunan perkotaan yang signifikan.
Sisa-sisa Doclea Romawi, hanya beberapa kilometer dari pusat kota saat ini, menawarkan sekilas masa lalunya yang kuno, memperlihatkan kota yang pernah berkembang pesat dengan kuil, forum, dan teater.
Sebagai Muslim Traveller, kami tertarik mengamati pengaruh Ottoman karena pada abad ke-15, Podgorica jatuh di bawah kekuasaan Ottoman, periode yang berlangsung lebih dari 400 tahun.
Era ini mengubah lanskap kota dengan pembangunan masjid, jembatan, dan pasar yang ramai yang masih berdiri di jantung kota hingga saat ini. Warisan Ottoman terlihat jelas di kota tua Turki, di mana jalan-jalan sempit dan berliku menceritakan kisah-kisah masa lalu.
Podgorica menawarkan jalinan kota unik yang dijalin dengan beragam budaya, kehidupan kafe yang santai, dan kehidupan malam yang semarak. Kami tetap menilai Podgorica tetap wajib dikunjungi bagi mereka yang berani menjelajah ke tempat-tempat yang tidak biasa.
Setelah seharian sempat citytour di Podgorica, bersama Tina Hartono, kami mengakhiri kunjungan ke Montenegro dengan melanjutkan perjalanan ke negara-negara Balkan lainnya seperti Belgrade, Budapest, Bratislava (Slovakia) dan berakhir di Prague.
Jam menunjukkan pukul 22.40 ketika bus menuju Budapest meninggalkan Podgorica. Inshaa Allah jam 7.40 pagi tiba di tujuan dengan selamat. Goodnight Tina, sleep well sohibku dan besok kita mulai lagi petualangan baru.
Penulis adalah : Ketua IKAWIRA (Ikatan Keluarga Indonesia di Victoria), Australia
Recent Posts
- Smaller businesses ‘more fearful and cautious’, Aito conference warned
- RK Janji Permudah Izin Dirikan Rumah Ibadah Semua Agama Jika Menang
- Colliers Quick Hits | From Travel Volumes to Labor Costs: 10 Trends Driving Hospitality Toward 2025
- Donald Trump watches SpaceX launch with Elon Musk, but test flight does not go as planned | US News
- Remaja Asal Bandung Jadi Korban TPPO di Saudi, Terlena Iming-iming Gaji
Recent Comments