Pengamat TNI-Polri Perlu Merespons Serius Situasi di Papua


Pengamat intelijen Ngasiman Djoyonegoro(Ist)

PENGAMAT intelijen, pertahanan, dan keamanan, Ngasiman Djoyonegoro menilai situasi di Papua kian genting. “Ini bukan lagi isu HAM,” katannya dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/4).

Hal ini, terang dia, terkait adanya pembantaian yang dilakukan Organisasi Papua Merdeka (OPM) terhadap Danramil 04 Aradide Letda Inf Oktovianus Sogalrey.

Pria yang akrab dipanggil Simon ini mengatakan situasi di Papua saat ini telah masuk pada kondisi perang melawan kelompok separatis. 

Baca juga : Penggunaan Istilah OPM Bisa Picu Pelanggaran HAM Berat

“Sebagai aktor non state mereka menggunakan senjata perang taktik, strategi, intelijen bahkan infrastruktur perang. Bagaimana seorang Danramil bisa diketahui identitasnya? Bagaimana prosedur perjalanannya? Itu semua menjadi pertanyaan-pertanyaan kunci untuk dapat melihat peristiwa ini secara lebih utuh,” katanya.

Artinya, terang dia, sebagai sebuah operasi OPM telah menyusun strategi yang menyerang langsung, tertarget dan spesifik, yaitu institusi pertahanan negara. Bahkan mereka memetakan secara detail pergerakan sehingga eksekusi pembunuhan dapat dilakukan. 

Simon berpendapat bahwa kelompok separatisme ini sudah ditunggangi dengan agenda asing. “Siapa ‘asing itu? Mereka yang meneriakkan situasi di Papua sebagai situasi pelanggaran HAM. Padahal jelas, mereka bersenjata, bertaktik, berstrategi, agenda dan tujuan jelas, dan sasaran kelompok tertentu yang merepresentasikan institusi pertahanan dan keamanan negara.”

Baca juga : Ganti Penyebutan OPM tak Selesaikan Masalah

Pemerintah, TNI, Polri, intelijen, termasuk pemerintah daerah seharusnya bisa lebih responsif menghadapi situasi ini. “Sinergisitas TNI-Polri sudah bersifat tuntutan wajib dilembagakan di Papua. Karena OPM menyatakan perang terbuka,” ujar Simon. 

Simon menjelaskan bahwa salah satu respons penting yang harus segera dilakukan antara lain dengan cara menetapkan prosedur operasi sebagaimana dalam situasi perang. “Kalau tidak, NKRI akan terus dirugikan dan dirongrong kedaulatannya,” kata dia.

Respons lain adalah melembagakan sinergisitas TNI-Polri, yaitu dengan cara menetapkan peran-peran yang beririsan antara kedua institusi. Sementara di sisi yang lain, memperkuat dan mempersiapkan tupoksi masing-masing lembaga. 

Baca juga : Penyebutan KKB Diubah Jadi OPM, Komnas HAM Harap Pemerintah Lakukan Pendekatan Terukur

“Kita perlu memperkuat tupoksi TNI dalam melaksanakan operasi teritorial dan operasi pengamanan perbatasan dengan SOP yang lebih responsif sesuai dengan standar penerapan pada kondisi perang,” kata Simon.

Sementara itu, operasi pengamanan terhadap sipil dilakukan oleh kepolisian dan peguatannya pun harus ditingkatkan Intelijen negara sebagai pendeteksi dini ancaman tentu melekat pada setiap operasi yang informasinya dipergunakan secara taktis dan menyeluruh. 

“Hal lain adalah peningkatan kualitas SDM, infrastruktur dan strategi operasi lapangan oleh TNI. Kita tahu bahwa kondisi geografis di Papua memiliki spesifikasi tersendiri. Oleh karenanya untuk meningkatkan efektifitas perlu dipersiapkan SDM, dukungan infrastruktur, sarana dan prasarana  dan kelembagaan secara lebih rinci dan terstruktur. Ini membutuhkan sinergi TNI-Polri dan juga intelijen di lapangan,” tandasnya. (J-2)



Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »