Sri Mulyani Teken Aturan Baru Jaminan Utang Kereta Cepat, Jadi Beban Tidak Langsung APBN?


TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira merespons ditekennya aturan tentang pelaksanaan pemberian penjaminan pemerintah untuk percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Aturan itu termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 2023 yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 31 Agustus 2023.

“Ini jelas memunculkan beban tidak langsung ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” ujar Bhima saat dihubungi pada Rabu, 20 September 2023.

Bhima menilai, dengan ditekennya aturan tersebut artinya sudah melenceng jauh. Karena sejak awal proyek sepur kilat itu dilakukan sifatnya business to business (B2B), lalu ada keterlibatan Penyertaan Modal Negara (PMN), dilanjutkan dengan ramai rencana tiket kereta cepat disubsidi, dan berlanjut masuk ke penjaminan.

Artinya, dia melanjutkan, secara finansial proyek kereta cepat menjadi beban pembayar pajak yang harusnya bisa mandiri secara komersial. Bhima meminta sebaiknya Peraturan Nomor 89 Tahun 2023 ditinjau ulang dan dikonsultasikan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI). 

“Selain itu pemerintah harus terbuka ke publik terhadap skenario beban APBN sebagai implikasi penjaminan,” kata dia.

Menurut Bhima, publik wajib meminta keterangan rinci, berapa besar anggaran yang akan muncul dari penjaminan. Termasuk juga siol risiko detail likuiditas PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI, hingga berapa bunga dalam rupiah yang ditanggung selama masa penjaminan utang.

Seharusnya, dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kesimpulannya dilakukan renegosiasi pinjaman dengan China Development Bank terkait utang cost overrun. Serta bagaimana agar pemerintah bisa kreatif misalnya lakukan debt swap, kemudian ada debt cancellation, dan debt moratorium.

“Intinya pemerintah terlalu lembek ketika berhadapan dengan kreditur Cina. Penjaminan ini akan jadi preseden buruk khususnya untuk beban utang BUMN yang dengan mudah dialihkan ke APBN terutama di proyek infrastruktur,” tutur Bhima.

Iklan

Sebelumnya, proyek sepur kilat itu disebut berpotensi membebani keuangan PT KAI—pimpinan konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di proyek tersebut. Potensi itu muncul dalam laporan pemeriksaan atas sistem pengendalian internal dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan pemerintah pusat tahun 2022 yang dikeluarkan BPK.

BPK menemukan potensi kerugian dan pelanggaran aturan dalam proyek yang dilaksanakan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) itu. Keduanya berkaitan dengan pembengkakan biaya alias cost overrun yang melilit proyek sepur dengan kecepatan 350 kilometer per jam itu.

Sementara dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 2023 pada Pasal 2 disebutkan bahwa penjaminan pemerintah untuk percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana KCJB dalam Peraturan Menteri ini disediakan dalam rangka memperoleh pendanaan atas kenaikan dan/ atau perubahan biaya (cost overrun) sesuai dengan hasil keputusan Komite.

Sementara di Pasal 3, dijelaskan bahwa penjaminan pemeintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan dengan mempertimbangkan beberapa prinsip. Yakni huruf a kemampuan keuangan negara; huruf b kesinambungan fiskal; dan huruf c pengelolaan risiko fiskal.

Sedangkan di Pasal 4 Ayat 1 tertulis penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan atas keseluruhan dari kewajiban finansial PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI terhadap kreditur berdasarkan perjanjian pinjaman. 

“Kewajiban financial sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 terdiri atas: huruf a pokok pinjaman; huruf b bunga pinjaman; dan atau huruf c biaya lain yang timbul sehubungan dengan perjanjian pinjaman,” bunyi Pasal 4 Ayat 2.

Pilihan Editor: Aturan Baru Sri Mulyani soal Jaminan Utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Begini Tata Caranya





Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »