TEMPO.CO, Jakarta – Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita menanggapi pekerjaan yang digarap 13 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tapi belum bisa dimanfaatkan. Padahal sebelumnya proyek-proyek tersebut telah mendapat suntikan dana dari pemerintah berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) pada periode tahun 2015-2016
Ronny lalu membandingkan pertanggungjawaban BUMN di Indonesia dengan perusahaan pelat merah di beberapa negara lain. Ia menilai mekanisme pertanggungjawaban proyek BUMN di Indonesia tidak jelas.
Menurut Ronny, tidak ada pemisahan yang tegas antara politikus dan regulator di satu sisi, serta regulator dan eksekutor di sisi lain. “Negara mewakilkan kepemilikannya di BUMN melalui Kementerian BUMN. Hanya di Indonesia satu-satunya sepengetahuan saya yang ada Kementerian BUMN,” ujar dia saat dihubungi pada Rabu, 21 Juni 2023.
Di negara maju atau negara berkembang seperti Cina, tidak ada pos tersebut. Bahkan di Cina BUMN-nya berada di bawah SASAC atau State-Owned Assets Supervision and Administration Commission yang berkoordinasi dengan kementerian keuangan (Ministry of Finance). Perbankannya di bawah Huijin Investment, berkoordinasi dengan PBOC, seperti Temasek di Singapura atau Khazanah di Malaysia.
Sedangkan di Jepang, BUMN, berada di bawah entitas terpisah, bernama Fiscal Investment and Loan Program, di bawah koordinasi kementerian ekonomi dan keuangan. Negara lain, Perancis di bawah entitas terpisah, di bawah koordinasi kementerian ekonomi, bernama Government Shareholding Agency.
Oleh sebab itu, menurut Ronny, sejumlah BUMN bisa bekerja secara profesional karena di bawah naungan satu superholding yang langsung ke kementerian keuangan atau kementerian ekonomi, yang notabene bukan kementerian politis.
“Di sini, Menteri BUMN-nya bekerja untuk politik sebelumnya. Karena jasanya, ia jadi menteri. Lalu kemudian bahkan ingin jadi politikus dan calon presiden atau wakil presiden,” ucap Ronny.
Dalam kapasitasnya sebagai perwakilan politikus, dia berujar, menteri bisa menjadi jembatan bagi partai-partai untuk menempatkan kadernya di barisan direksi maupun komisaris. Yang biasanya, kata Ronny, kompetensi dan track record-nya tidak berkaitan dengan bisnis BUMN terkait.
“Dengan model demikian, kira-kira jika BUMN-nya kian hari kian tak profesional, masuk akalkah? Sangat masuk akal,” ujar dia.
Ronny mengaku beberapa kali bicara membandingkan BUMN dengan negara lain. Namun, dia menilai, hubungan simbiosis mutualisme antara BUMN dan politik sudah terjadi sejak dulu dan sulit dibenahi. BUMN yang produktif dan profesional, seperti perbankan, biasanya karena ada lembaga tambahan yang mengekang mereka, seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selain itu PT Pertamina (Persero) juga produktif karena langsung berkoordinasi dengan Kementerian ESDM, jadi bisa dipaksa profesional, meskipun masih seadanya.
“Pertanyaan selanjutnya, apakah PMN itu kurang berkualitas? Dengan relasi yang sangat dekat dengan politisi, kira-kira kualitas seperti apa yang akan diharapkan? Besar kemungkinan kualitasnya akan selalu kita pertanyakan setiap tahun,” tutur Ronny.
Selanjutnya: Ronny menilai, hal ini bukan hanya …
Recent Posts
- Agent Diary: We’re only a week into peaks, if it hasn’t happened for you yet, it will!
- 4 Polisi Polres Jakpus dan Polsek Kemayoran Didemosi 5-8 Tahun Imbas Kasus DWP
- Opening of Ramada Plaza by Wyndham hotel in Jammu, J&K
- Crystal unveils collection of sailings for 35th anniversary
- How to Keep Guests and Hotel Teams Happy
Recent Comments