TEMPO.CO, Jakarta – Pertamina menerapkan dua inisiatif strategis untuk mencapai target net zero emission (NZE) pada 2060. Pertama, melakukan dekarbonisasi bisnis. Kedua, membangun bisnis hijau.
“Ada enam inisiatif bisnis hijau yang saat ini sedang dibangun Pertamina, yaitu produksi biofuels, pengembangan energi terbarukan, carbon sink, pengembangan hidrogen bersih untuk sektor transportasi dan industri, pengembangan baterai dan EV ecosystem, serta perdagangan karbon,” kata Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) Fadli Rahman dalam siaran pers Jumat, 21 April 2023.
Fadli mengatakan, produksi biofuels dilakukan di kilang-kilang Pertamina dengan target kapasitas hingga 200 ribu barel per hari untuk hydrotreated vegetable oils (HVO) dan hydroprocessed esters and fatty acids (HEFA) pada tahun 2060. Sedangkan untuk pengembangan hidrogen bersih ditargetkan mencapai kapasitas produksi 1,8 juta ton per tahun pada tahun 2040.
Menurut Fadli, pengembangan hidrogen bersih salah satunya bersumber dari geothermal yang dikelola oleh Pertamina NRE, salah satu subholding Pertamina. “Pertamina NRE berkolaborasi dengan sejumlah mitra strategis, seperti Sembcorp, IGNIS, Keppel, Chevron, TEPCO, Krakatau Steel, dan Pondera dalam inisiatif pengembangan hidrogen bersih,” ujar dia.
Pertamina juga mengembangkan energi terbarukan lainnya, yakni pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), yang sudah dibangun di sejumlah area operasi Pertamina. Termasuk di SPBU yang saat ini sudah mencapai lebih dari 300 titik.
“Upaya pemanfaatan energi terbarukan dilakukan Pertamina sebagai upaya untuk menjadikan proses bisnisnya lebih hijau,” kata Fadli.
Adapun dekarbonisasi dilakukan melalui inisiatif carbon sink. Fadli berujar, untuk mewujudkan ketahanan energi nasional, Indonesia masih membutuhkan energi fosil, yang saat ini masih menjadi bisnis utama Pertamina. Namun demikian, untuk mengurangi emisi karbon di sektor hulu migas ini, inisiatif carbon sink dilakukan Pertamina melalui dua cara, yaitu carbon capture storage (CCS/CCUS) serta inisiatif nature based solutions (NBS).
“Untuk CCS/CCUS, Pertamina bekerja sama dengan mitra strategis dari Jepang maupun Amerika Serikat, sedangkan untuk NBS, kolaborasi dilakukan bersama dengan Perhutani,” ujarnya.
Sebagai perusahaan energi nasional terbesar, menurut Fadli Pertamina memegang perani strategis untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan dan suplai energi ke masyarakat. “Di saat yang sama, Pertamina juga memastikan ketahanan energi bagi generasi mendatang. Salah satunya melalui pengembangan energi hijau,” pungkasnya.
Pilihan Editor: Menteri ESDM: Butuh USD 29,4 Triliun Program Transisi Energi di ASEAN
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
Recent Comments