Nabil ditemui di Universitas Airlangga Surabaya, Rabu mengatakan dua jenazah Aremanita yang telah diautopsi pada Sabtu (5/11) adalah Natasya Debi Ramadhani (16), dan Nayla Debi Anggraeni (13).
“Kesimpulan dari proses autopsi jenazah Natasya Debi Ramadhani didapati adanya tanda bekas kekerasan benda tumpul,” ungkapnya.
Kemudian, patah tulang pada susunan tulang iga dan terdapat pendarahan dalam kategori jumlah yang banyak.
“Adanya patah tulang iga, 2, 3, 4, 5 dan di sana ditemukan perdarahan yang cukup banyak. Sehingga itu membuat sebab kematiannya,” sebutnya.
Baca juga: Aremania-Polda Jatim audiensi terkait penanganan Tragedi Kanjuruhan
Baca juga: Panglima TNI pantau terus perkembangan kasus Stadion Kanjuruhan
Sejumlah temuan pada jenazah Natasya itu, juga didapati pada jenazah Nayla Debi Anggraeni.
Nabil menjelaskan, jenazah Nayla didapati mengalami patah tulang sebagian pada susunan tulang iga sisi kanan.
“Kemudian, adiknya Naila. Juga sama tapi ada di tulang dadanya. Patahnya itu. Juga di sebagian tulang iga, sebelah kanan,” ucapnya.
Meski begitu, Nabil tidak bisa menjelaskan secara detail kekerasan benda tumpul yang menjadi sebab kematian kedua jenazah korban itu bersumber dari apa.
Karena, menurut Nabil, penjelasan lebih detail mengenai penyebab kekerasan benda tumpul tersebut hanya bisa dijelaskan oleh penyidik kasus tersebut.
“Di kedokteran forensik kita tidak bisa mengatakan itu karena apa. Tapi karena kekerasan benda tumpul. Untuk pastinya, tentu di penyidikan yang tahu,” ungkapnya.
Selain itu, Nabil mengungkapkan berdasarkan hasil penelitian Toxicologi, pihaknya tidak menemukan adanya paparan zat senyawa dalam gas air mata pada sistem organ pernapasan dalam tubuh kedua jenazah korban tersebut.
Baca juga: Dortmund lelang kostum Julian Brandt untuk donasi korban Kanjuruhan
Baca juga: LPA Jatim dampingi anak korban tragedi Kanjuruhan secara berkelanjutan
“Dari hasil pengumpulan sampel yang ada pada kedua korban. Kami sudah mengumpulkan kepada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan didapatkan tidak terdeteksi adanya gas air mata tersebut,” katanya.
“Untuk lebih jelasnya nanti di pengadilan bisa didatangkan ahli dari BRIN tersebut yang memeriksa hasil sampel ‘Toxicologi’ kita,” tambahnya.
Dia menegaskan, penelitian atas dugaan adanya senyawa zat gas air mata yang menjadi sebab kematian korban, juga menjadi salah satu aspek terpenting dalam penelitian dan pemeriksaan selama proses autopsi kedua jenazah tersebut.
“Dari pemeriksaan ‘Toxicologi’, tidak terdeteksi adanya gas air mata. Karena kita fokus pada gas air mata, untuk ‘Toxicologi’. Untuk patologi anatomi. Kita fokus pada adanya keradangan. Dan nanti akan saya jelaskan di visum, sudah ada,” ujarnya.
Pewarta: Willi Irawan
Editor: Chandra Hamdani Noor
COPYRIGHT © ANTARA 2022
Recent Posts
- Solmar Villas unveils biggest ever TV campaign and first fam trip
- So what is a hotel brand really?
- NASA spacecraft survives closest-ever approach to the sun | Science, Climate & Tech News
- Gold Medal promotes peaks offers with Grand Giveaway incentive
- Abdul Mu'ti Luncurkan Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat
Recent Comments